Rapat Ikada yang Direka
Menghidupkan kembali memori peristiwa besar bernama Rapat Raksasa Ikada. Ajang show of force pertama Republik Indonesia.
Kencangnya hembusan angin tak mampu menghalangi massa dari Jakarta dan sekitarnya untuk hadir di Lapangan Monas. Mereka tak sabar menantikan para pemimpin republik naik podium.
Maka saat Presiden Sukarno yang mereka elu-elukan tiba bersama jajaran kabinetnya dengan pengawalan dari Latief Hendraningrat dan Moeffreni Moe’min dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jakarta Raya serta Komisaris Mangil Martowidjojo dari Polisi Istimewa, serentak mereka langsung menatap ke arah rombongan itu.
Riuh pekik merdeka membahana ketika Sukarno akhirnya naik podium setelah Soewirjo (walikota Jakarta) dan Kasman Singodimedjo (BKR Pusat). Dahaga akan kepastian arah Proklamasi mereka terhapuskan sudah. Pertaruhan nyawa mereka ke tempat acara yang dijaga ketat serdadu Jepang bersenjata lengkap, tak sia-sia.
Baca juga: Yang Terlupa dalam Rapat Raksasa Ikada
Namun, mereka akhirnya kecewa karena Bung Karno hanya berpidato sebentar. “Saudara-saudara, kita akan tetap mempertahankan proklamasi kemerdekaan kita. Kita tidak mundur satu patah katapun! Saya mengetahui bahwa saudara-saudara berkumpul di sini untuk melihat presiden saudara-saudara dan untuk mendengarkan perintahnya. Nah, apabila saudara-saudara masih setia dan percaya kepada presidenmu, ikutilah perintahnya yang pertama! Pulanglah dengan tenang. Tinggalkan rapat ini sekarang juga dengan tertib dan teratur dan tunggulah berita dari para pemimpin di tempatmu masing-masing. Sekarang, bubarlah. Pulanglah saudara-saudara dengan tenang,” ujar Sukarno yang dengan apik diperankan Rahmad Sadeli dari Pustaka Betawi, dan dipatuhi massa.
Begitulah suasana Rapat Akbar Ikada pada 19 September 1945 yang direkonstruksi Minggu (16/9/2018) petang kemarin di Lapangan Monas dengan tajuk “Samudera Merah Putih”. Reka ulang garapan Forum Warga Betawi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu bertujuan untuk menghidupkan kembali satu peristiwa penting dalam sejarah bangsa.
Rapat Raksasa Ikada diprakarsai Comite van Actie yang terdiri dari beragam elemen pemuda. Tujuannya ingin mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya sekaligus show of force di hadapan Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) yang ngotot mempertahankan status quo sampai datangnya Sekutu.
Imbauannya dirilis Komite Nasional Kota Besar Jakarta. “Tapi penggerak-penggerak utama di belakangnya adalah kelompok-kelompok pemuda yang secara longgar berkerumun di sekitar Menteng 31. Kurir-kurir menyebar dengan cepat ke kabupaten-kabupaten di sekitar Jakarta, mendesak supaya banyak orang hadir,” sebut Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946.
Tapi toh Jepang tetap bergeming dengan memerintahkan para serdadunya menjaga ketertiban jalannya rapat. Jumlah massa yang begitu besar membuat mereka gelagapan. “Secara psikologis kekuatan tentara Jepang yang bertindak atas nama Sekutu untuk mempertahankan status quo dapat dipatahkan,” sebut Soejono Martosewojo dalam Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya (1).
Baca juga: Moeffreni Moe'min, Sosok Penting dalam Rapat Raksasa Ikada
Meski kemudian rakyat membubarkan diri dengan kecewa lantaran singkatnya pidato Sukarno, lanjut Soejono, kepercayaan mereka terhadap pemerintah RI yang masih bayi ini menguat. “Kekompakan pemimpin dengan rakyat kian erat dan menjadi manifestasi yang tak kalah peranannya dibanding perjuangan fisik. Peristiwa ini jadi modal kekuatan batin yang melahirkan kepercayaan dan kepatuhan rakyat,” sambung Soejono.
Oleh karena itu, reka ulang Rapat Ikada digelar sebagai pengingat bahwa massa yang berasal dari golongan rakyat kecil punya peranan besar dalam penguatan proklamasi kemerdekaan. “Peranan mereka secara historis penting karena membuktikan bahwa proklamasi merupakan keinginan seluruh rakyat, bukan segelintir elit yang dituduh Sekutu dan Belanda sebagai kolaborator Jepang,” tutur sejarawan JJ Rizal yang juga selaku ketua pelaksana rekonstruksi Rapat Ikada
Selain detail adegan reka ulang yang dibuat semirip mungkin, kostum dan properti otentik sesuai kejadian asli dihadirkan oleh ratusan pesilat dari puluhan perguruan serta reenactors (pereka ulang sejarah) dari Bekasi, Bandung dan Jakarta.
“Ini kejadian penting dalam perjalanan republik ini. Kejadian di mana pemerintah tidak boleh melupakan rakyat yang selama pendirian awal republik menghibahkan tenaga dan nyawanya untuk menyelamatkan proklamasi. Warga kampung harus mendapatkan yang dijanjikan republik ini. Menjanjikan perlindungan, mencerdaskan, kesejahteraan dan mari kita kembalikan janji itu untuk lunas bagi orang-orang kecil. Mulainya di Jakarta dan harus lunas di Jakarta,” cetus Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam sambutannya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar