Jenderal Yani di Lapangan Golf
Pernik-pernik kisah sang panglima saat menggandrungi olahraga kaum berpunya.
SESUDAH makan siang bersama keluarga, Letnan Jenderal Ahmad Yani berangkat ke Senayan. Menteri Panglima AD itu punya agenda latihan golf bersama pengusaha Bob Hasan. Jelang petang, Yani tiba kembali di kediamannya, Jalan Lembang, Jakarta Pusat. Beberapa tamu penting akan sowan di malam hari. Salah satu di antaranya Panglima Brawijaya, Mayor Jenderal Basuki Rachmat.
“Pada jam enam sore, bapak pulang dari bermain golf lewat garasi dan masuk melalui pintu belakang sambil berpesan kepada Pak Dedeng, supir bapak, agar alat-alat golf itu dibersihkan, karena sudah tak akan dipakai lagi,” tutur Amelia Yani dalam biografi ayahnya Profil Seorang Prajurit TNI.
Alat-alat golf tadi menjadi saksi bisu hari terakhir Yani. Pada esok subuh 1 Oktober 1965, kediaman Yani disambangi sepasukan Tjakrawbirawa yang merenggut nyawa sang panglima. Kini, peralatan golf itu masih tersimpan sebagai koleksi Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Ahmad Yani, di Jalan Lembang.
Olahraga Para Jenderal
Golf merupakan salah satu olahraga kegemaran Yani. Olahraga ini semakin rutin dilakoni Yani terutama setelah dirinya menjabat Menteri Panglima AD (Menpangad). Kesempatan main golf kerap menjadi ajang kongkow bagi Yani dengan para koleganya maupun sesama jenderal.
“Jenderal Yani juga yang memulai bermain golf dan langsung mendapat pengikut pajabat-pejabat militer dan sipil lainnya dalam permainan golf, yang saat itu dipandang sebagai permainan atau hobi yang mahal atau mewah,” tulis Hario Kecik yang bernama asli Suharyo Padmodiwiryo, mantan Panglima Kodam Mulawarman, dalam Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia.
Priguna Sidharta, dokter neurologi terkemuka yang juga doyan main golf, kerap menyaksikan Yani bermain bersama kawan-kawan pegolfnya di Jakarta Golf Club, Rawamangun. Yani, kata Priguna dalam otobiografinya Seorang Dokter dari Losarang, biasanya punya rekan tetap bermain (golf buddy) seperti Bob Hasan, Brigadir Jenderal Achmad Tirtosudiro, dan Junus Jahya, tokoh Tionghoa anggota Dewan Perimbangan Agung (DPA). Pernah sekali waktu, Yani membiarkan dan malah menonton Bob Hasan baku hantam dengan sesama rekan pegolf bernama George Hadi.
Baca juga: Soeharto tantang Rambo di lapangan golf
Amelia Yani juga mengisahkan, beberapa bulan sebelum Gerakan 1 Oktober (Gestok), Yani bersama para asisten dan deputinya berkunjung ke Kalimantan. Turut serta dalam kunjungan itu Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Pandjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo. Tak ketinggalan, aktivitas main golf mengisi waktu luang sang panglima di sana.
Di suatu sore, Yani main golf ditemani Taswin Natadiningrat. Panglima Mulawarman Brigjen Soemitro datang ke lapangan untuk melapor. Yani menyapa Mitro.
“Golf, Mit?” kata Yani mengajak.
Karena Soemitro belum mahir main golf, dia menolak. “Golf itu untuk orang disabled (cacat)!,” katanya.
Yani membalas, “Kurang ajar kowe (kau)!”
Nasution Main Duluan
Pada 30 September 1965, hari itu, Yani dan Jenderal Nasution punya agenda serupa: main golf. Bedanya, Nasution main lebih pagi. Setelah berlatih di lapangan golf Rawamangun, Nasution pulang ke rumahnya.
Dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru, Nasution masih mengingat sewaktu berada di jalan besar, mobilnya tedesak ke pinggir. Iring-iringan Korps Polisi Militer yang melintas, menutupi sebagian badan jalan. Ada pengawalan terhadap pejabat penting.
Baca juga: Di balik pertemuan Soeharto dan Ratna Sari Dewi di lapangan golf
Pada konvoi itu, terlihat Ahmad Yani didampingi deputi administrasinya, Mayor Jenderal Soeprapto dalam satu mobil yang memakai bendera Panglima AD menuju Tanjung Priok. Destinasi Yani siang itu berkunjung ke kantor Pelni untuk menyerahkan piagam penghargaan atas jasa-jasa membantu operasi TNI.
“Tiada firasat pada saya, bahwa inilah yang terakhir saya melihat mereka,” kenang Nas.
Baca juga:
Yani yang Flamboyan, Nasution yang Puritan
Tambahkan komentar
Belum ada komentar