Desas-Desus Sabotase Banjir Bandung 1945
Dalam suasana perang, sungai Cikapundung tiba-tiba meluap membanjiri kota Bandung. Desas-desus menyebutkan sabotase kaki tangan Belanda dan Inggris.
Beberapa waktu lalu, Jakarta dikejutkan dengan penemuan sampah cangkang kabel yang menumpuk di gorong-gorong. Ada kalangan yang mencurigai itu upaya sabotase supaya air di saluran-saluran bawah Jakarta pampat sehingga banjir semakin parah.
Pada 25 November 1945, banjir besar yang dicurigai upaya sabotase juga pernah melanda Bandung. Salah satu saksi mata dari kejadian itu adalah Itjeu Suhartina (89). Menurutnya, semula masyarakat Bandung meyakini luapan air dari Sungai Cikapundung tersebut akibat hujan yang terus-menerus turun dari siang hari.
“Tapi dipikir-pikir oleh kami, masa sih hujan gerimis bisa membuat Cikapundung meluap? Terlebih peristiwa seperti itu seingat saya baru terjadi pertama kali di Bandung,” ungkap perempuan sepuh yang saat itu tinggal di sekitar wilayah Balubur.
Baca juga: Hoax Masa Revolusi
Akibat air bah yang melanda kota, korban pun berjatuhan. Dalam Bandung Awal Revolusi 1945-1946, John R.W. Smail menyebut banjir itu menghancurkan paling tidak 500 rumah dan memakan lebih dari 200 korban jiwa.
Selain anak-anak dan perempuan yang hanyut, sebagian korban merupakan lelaki yang tertembak. Bagaimana bisa? Rupanya, saat para pemuda, tentara, dan laskar turun memberikan pertolongan kepada penduduk, pasukan Gurkha dan Belanda yang sedang berpatroli menembaki mereka secara membabi buta.
Baca juga: Kisah Pemenggal Prajurit Gurkha
Salah seorang pemuda laskar yang tertembak adalah Asikin Racman (92). Menurutnya, di tengah kepanikan akibat air bah, sekitar pukul 20.00 satu kompi pasukan Inggris dalam gerakan militer yang provokatif mendekati perkampungan rakyat di pinggir Sungai Cikapundung sekitar Hotel Savoy Homan, Hotel Preanger, dan Jalan Braga.
“Tanpa belas kasihan, mereka menembaki kami dan rakyat yang tengah kami tolong hingga beberapa meregang nyawa dan sebagian lain dalam kondisi panik bertebaran ke sana ke mari,” kenang mantan anggota Laskar Hisbullah Bandung tersebut.
Bandung praktis lumpuh saat itu. R.J. Rusady Wirahaditenaya melukiskan wilayah Lengkong, Banceuy, Sasak Gantung dan Balubur berubah menjadi telaga. “Lalu lintas mengalami kemacetan total karena jalan-jalan penuh kotoran dan pohon-pohon besar yang terbawa air bah,” tulis tokoh pejuang Bandung itu dalam Tiada Berita dari Bandung Timur 1945-1947.
Baca juga: Bom Berjatuhan di Gunung Halu
Polisi dan tentara Indonesia tentu saja tak tinggal diam. Mereka melakukan penyelidikan dan menemukan fakta bahwa bencana banjir besar itu akibat sabotase kaki tangan Belanda dan Inggris. Menurut Mohamad Rivai dalam Tanpa Pamrih Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, keterangan tersebut didasarkan pada kesaksian sejumlah penduduk Bandung.
“Saat menjelang malam pas akan terjadinya banjir, para saksi melihat lima orang berpenampilan mirip pejuang mendatangi viaduct dan menutup pintu-pintu air sungai Cikapundung lalu mereka menghilang secara cepat,” ungkap mantan komandan di Divisi Siliwangi itu.
Baca juga: Kode Bahaya Masa Perang Kemerdekaan
Rivai meyakini perintah penutupan pintu-pintu air di bawah viaduct tersebut datang langsung dari Panglima Tentara Inggris di Bandung, Brigadir Jenderal MacDonald. Tujuannya untuk menggagalkan rencana serangan umum ke Bandung, yang akan dilancarkan oleh tentara Indonesia pada malam 25 November itu.
Dari sumber-sumber Belanda sendiri, mereka menganggap banjir tersebut merupakan gejala alam biasa. Secara historis, menurut situs Java Post, curah hujan yang tinggi berbanding lurus dengan terjadinya bencana banjir yang kerap melanda Bandung di masa lalu. Setidaknya pada 1921 dan 1931, Bandung pernah dilanda banjir.
De Niewsgier dalam pemberitaannya pada keesokan harinya (26 November 1945), menuduh bencana itu upaya sabotase yang dilakukan pihak Republik. “Menurut keterangan yang kami lansir dari para pengungsi, itu merupakan akibat dari sabotase yang dilakukan para ekstrimis,” tulis koran yang terbit di Batavia itu.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar