Bung Hatta Bebas di Hari Lebaran
Dituduh menghasut, Bung Hatta dan tiga kawannya, ditahan. Berkat pembelaan pengacara Belanda, mereka bebas di hari kemenangan.
SETELAH menghadiri Konferensi Liga Internasional Wanita, Mohammad Hatta kembali ke Belanda via Paris. Dia tinggal beberapa hari di Paris. Sesampainya di Den Haag, pada 23 September 1927, dua polisi datang membawa surat perintah penahanan. Hatta dibawa ke penjara di Casiusstraat. Bersamanya ditahan Nazir Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat. Mestinya tujuh orang yang ditahan, namun Ahmad Soebardjo, Gatot Tarumihardjo, dan Arnold Mononutu berada di luar Belanda sehingga tak bisa ditahan.
Keesokan harinya, Mr. Duys, seorang advokat dan anggota Tweede Kamer (parlemen Belanda) dari SDAP (Partai Buruh Sosial Demokrat), bersama temannya, Mr. Mobach, mendatangi Hatta di penjara dan menawarkan pembelaan dengan cuma-cuma.
“Setelah bertukar pikiran sejenak, aku menerima tawaran Mr. Duys itu dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan kebaikannya. Aku diberi tahu oleh Mr. Duys bahwa dituduh atas tiga perbuatan yaitu menjadi anggota perhimpunan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menghasut untuk menentang Kerajaan Belanda,” kata Hatta dalam otobiografinaya, Untuk Negeriku.
Kemudian seorang advokat muda, Nona Mr. Weber, teman Nazir Pamontjak sewaktu menjadi mahasiswa, menawarkan diri menjadi pembela bersama Mr. Duys dan Mr. Mobach.
Tak lama setelah tersiar kabar penahanan mahasiswa Indonesia, J.L. Vleming Jr. dari SDAP, mengadakan aksi-aksi untuk memberikan bantuan kepada mereka. Anak organisasi SDAP, AJC (Perserikatan Pemuda Komunis) dan para mahasiswa sosial demokrat menggalang dana. Pada satu hari saja, AJC berhasil mengumpulkan Nf.1.200 dan 5.000 tanda tangan dukungan.
“Para pembela tidak mau menerima honorarium untuk pembelaan mereka. Hal itu telah menyebabkan lebih banyak dana yang dapat digunakan untuk menutupi keperluan-keperluan pribadi para korban dan keluarga mereka, selama mereka ditahan,” kata Mr. Duys dalam Membela Mahasiswa Indonesia di Depan Pengadilan Belanda.
Hatta dan kawan-kawan ditahan selama lima setengah bulan. Empat bulan di antaranya, setiap siang, antara pukul 13:30-17:00, mereka dihadapkan kepada rechter comissaris yang melakukan pemeriksaan pendahuluan.
Sewaktu di penjara, Hatta meminta dikirimi buku-buku mengenai hukum konstitusi dan ilmu politik, serta jika mungkin satu set lengkap majalah Indonesia Merdeka, guna menyusun pembelaan.
Mereka mulai disidang di Den Haag pada 8 Maret 1928 di bulan Ramadan. Dari tiga tuduhan hanya satu yang dikemukakan, yaitu menghasut. Ucapan-ucapan yang dipandang menghasut terhadap Kerajaan Belanda diambil dari majalah Indonesia Merdeka. Mereka menolak dituduh menghasut. Opsir justisi (jaksa) menuntut hukuman tiga tahun untuk Hatta, dua setengah tahun untuk Nazir Pamontjak, dan dua tahun untuk Ali Sastroamidjojo dan Abdul Madjid Djojodiningrat.
Setelah Mr. Mobach tampil untuk menangkis tuduhan jaksa, kesempatan diberikan kepada pembela utama, Mr. Duys. Selama 15 menit pertama, dia mengemukakan bantahan dan kritikan terhadap jaksa dalam menggunakan Undang-Undang Hukum Pidana. Kemudian selama tiga jam 15 menit, dia membandingkan karangan-karangan dalam Indonesia Merdeka yang dianggap menghasut dengan karangan-karangan dalam surat kabar di Hindia Belanda dan Belanda yang jauh lebih ekstrem namun sama sekali tidak pernah dipandang menghasut.
Sidang dilanjutkan esok, 9 Maret 1928. Jaksa mendapat kesempatan menjawab tangkisan yang dikemukakan para pembela. Setelah itu, Mr. Duys menyampaikan pembelaan terakhir atau tangkisan terhadap replik jaksa. Nona Mr. Weber tak berbicara karena menganggap apa yang disampaikan Mr. Duys dan Mr. Mobach sudah cukup.
Sesudah itu, para tertuduh diberi kesempatan membacakan pembelaannya. Awalnya, Hatta akan membacakan pledoi yang memakan waktu tiga jam setengah. Tetapi, presiden mahkamah meminta Mr. Duys supaya Hatta menyerahkan pembelaannya yang panjang kepada mahkamah dan Hatta hanya membacakan ringkasannya saja.
“Aku pandang pembelaan itu sebagai tanda yang baik. Aku mulai menyangkal bahwa kami melarikan diri ke luar Belanda dan sesudah itu aku bacakan bagian penutup pembelaanku,” kata Hatta.
Menurut Deliar Noer dalam Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa, Hatta dituduh akan lari (ketika dicari, dia memang sedang berada di luar Belanda dalam kegiatannya memperkenalkan Indonesia ke berbagai kota di Eropa). Dia sengaja kembali cepat ke Belanda ketika berita dia dicari itu menyebar. Tentu semua tuduhan itu ditolak Hatta dalam pembelaannya yang dia beri judul Indonesie Vrij (Indonesia Merdeka), yang juga sampai ke Indonesia dengan jalan diselundupkan.
Setelah keempat tertuduh membacakan pembelaan ringkasnya, presiden mahkamah memutuskan sidang pembacaan putusan ditunda sampai 22 Maret 1928. Sambil menunggu, atas permintaan Mr. Duys, mahkamah membebaskan keempat tertuduh dari tahanan.
“Kami berempat pun mengucapkan terima kasih banyak kepada pembela kami Mr. Duys, Mr. Mobach, dan Nona Mr. Weber,” kata Hatta.
Pada 22 Maret 1928, Hatta dan kawan-kawan hadir kembali di pengadilan. Mahkamah membebaskan mereka dari segala tuduhan. Keputusan itu disambut gembira oleh berbagai kalangan, terutama SDAP, juga CPH (Partai Komunis Belanda). Sementara itu, Westenink, mantan gubernur Sumatra Barat, yang menghadapkan mereka ke meja hijau, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai advisur (penasihat) mahasiswa.
“Sehari setelah Hatta dan tiga kawannya dibebaskan oleh mahkamah di Den Haag, mereka sempat merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 23 Maret 1928,” tulis Deliar Noer.
Selain merayakan Lebaran dengan kawan-kawan mahasiswa dari Indonesia, Hatta juga menyampaikan sambutan dalam perayaan kemenangan di Amsterdam yang digelar oleh SDAP, partai politik kedua terbesar di mana Mr. Duys dan Mr. Mobach menjadi anggotanya.
Baca juga:
Mohammad Hatta di Prancis (1) Perjumpaan Pertama dengan Eropa
Mohammad Hatta di Prancis (2) Berburu Buku di Paris
Mohammad Hatta di Prancis (3) Menjadi Dewasa di Lyon
Mohammad Hatta di Prancis (4) Kembali ke Paris
Tambahkan komentar
Belum ada komentar