Keluarga Burki dan Perang Pasifik
Perang Dunia II menyiksa mereka. Salah satu anak mereka terbunuh di dalamnya.
LAMA tak muncul di layar kaca, Vicky Burki ternyata kini aktif di dunia tari. Pesenam itu pernah menghebohkan dengan terapi urine yang dijalankannya. Menurutnya, terapi itu yang membuatnya awet muda, jarang sakit, dan tak mudah emosi.
Vicky yang masih enerjik di usia kepala enam itu memang awet muda. Wajahnya tak jauh beda dari ketika dia dulu kerap muncul di layar kaca memimpin kelompoknya menampilkan senam aerobik. Wajah kebarat-baratannya tetap jelas terlihat.
Wajah kebarat-baratan yang dimiliki Vicky memang menurun dari leluhurnya. Di keluarga besar Vicky, semua dimulai dari Frederik Willem Burki.
Frederik merupakan seorang pegawai pemerintahan. Pria kelahiran Kebumen, 22 Mei 1880 itu, tulis De Locomotief edisi 29 Juni 1935, adalah arsitek pada Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Dinas Pekerjaan Umum. Sebelumnya, dia berkali-kali menjadi pengawas di beberapa kota, mulai dari Semarang, Magelang, hingga Sawalunto.
Di tiga kota itulah empat anak laki-lakinya dari perkawinannya dengan Angeline Augustine Rosenquist (kelahiran Mojokerto, 10 Agustus 1886) terlahir. Si sulung, Frederik Hendrik Burki, lahir di Semarang pada 3 Desember 1906. Lalu adiknya, Charles Burki, lahir di Magelang pada 10 Mei 1909 dan adiknya lagi, Victor Christian Burki, lahir di Magelang juga pada 20 Juli 1910. Sementara, Anak Max Henri Burki, lahir di Sawalunto pada pada 10 Desember 1917.
Sebagai anak pegawai BOW, mereka berpeluang mendapatkan pendidikan di atas rata-rata pendidikan bagi anak-anak di Hindia Belanda. Mereka bisa bersekolah di Europe Lager School (ELS) –setara SD– dan Hogare Burgerschool (HBS) alias sekolah menengah lima tahun gabungan SMP-SMA.
Tak semua anak Frederik Willem mengikuti jejaknya dengan bekerja di BOW. Dua dari anak-anaknya bekerja di kantor Post Telegraaf en Telefoondienst (PTT), yakni Max dan Victor. Sementara Fredrik Hendrik bekerja di bidang keuangan. Hanya Charles yang dunianya dekat dengan ayahnya.
“Dari tahun 1932 hingga 1935 saya dilatih sebagai arsitek di Akademi Seni Rupa di Paris,” aku Charles Burki di koran Algemeen Dagblad tanggal 8 Agustus 1979.
Belakangan, Charles dikenal sebagai juru gambar Belanda terkenal. Dia kembali ke Hindia Belanda sekitar 1939 namun tak lama kemudian, Perang Pasifik meletus. Ketika itu Frederik Willem sudah tutup usia pada pertengahan 1935.
Anak-anak Frederik Willem yang sudah mapan sebagai pegawai di jawatan-jawatan pemerintah itu bahkan ada yang sudah menjadi komisioner setara pengawas. Namun perang kemudian membuat mereka ada yang kena militerisasi. Charles, misalnya, menjadi prajurit kesehatan dengan nomor stamboek 9409. Dia bertugas di rumahsakit lapangan Divisi I. Sementara, Max menjadi prajurit kelas dua infanteri pada Batalyon Infanteri ke-9 di Cimahi dan Victor menjadi sersan dalam tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL).
Kedigdayaan tentara Jepang yang tak bisa ditandingi KNIL di Jawa membuat tentara kolonial itu akhirnya kalah. Akibatnya, anak-anak Frederik Willem jadi tawanan perang Jepang dan terpisah dari istri dan anak-anak mereka.
Victor, salah satunya. Ketika itu, dia sudah menikah dengan Wilhelmina Joanna Maria Labrijn. Koran Bataviaasche Nieuwsblad edisi 27 Januari 1917 menyebut, Maria adalah putri dari keluarga Labrijn Parera-Manoppo, yang lahir di Meester-Cornelis, 27 Januari 1917. Sama dengan Victor, Charles juga sudah kawin saat Belanda takluk pada Jepang, dengan Sophia Hogendoorn. Max juga sudah kawin dengan Maria Augustine Pennings.
Dari ketiga putra Frederik Willem yang jadi militer itu, Victor yang paling nahas. Dia mati muda. Menurut Arsip OGS, Victor meninggal di Penjara Cipinang pada 15 Mei 1945 saat menjadi tawanan. Kehidupan tawanan perang yang buruk membuat mereka rentan terjangkit penyakit sehingga banyak yang kehilangan nyawa.
Berbeda dari sang kakak, Charles dan Max akhirnya bisa bebas setelah Jepang kalah perang pada Agustus 1945. Mereka bisa melanjutkan kehidupan meski dengan menata dari awal. Mereka kemudian tinggal di Belanda.
Sementara, keluarga Victor setelah ditinggal mati sang kepala keluarga juga berjuang untuk melanjutkan kehidupan mereka. Poppy Parera Manipo Labrijn sang istri tinggal di Bandung. Perempuan yang pandai menari itu lalu memiliki anak yang melanjutkan bakatnya menari, bernama Constance Imelda Burki. Constance yang kemudian dikenal sebagai Tanneke Burki itu berhasil menjadi penari terkenal dan pelatih senam. Sebagaimana dia mewarisi bakat ibunya, putrinya yang bernama Victorine Cherryline Burki juga mewarisi bakat menari dan senamnya. Dengan nama beken Vicky Burki, putrinya itu lalu terkenal sebagai pesenam, artis sinetron, dan belakangan penari.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar