Akhir Perlawanan Haji Umar yang Kerap Merepotkan Pasukan Belanda
Pangeran Haji Umar memimpin perlawanan di pedalaman Jambi. Disergap Kapten Darlang.
TAK hanya sekali-dua, tentara kolonial Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) acapkali terpaksa menggunakan pasukan khusus antigerilyanya, Marsose, untuk memadamkan perlawanan-perlawanan yang sulit di berbagai daerah kekuasaannya. Termasuk di Jambi ketika menghadapi Haji Umar dan para pengikutnya pada abad ke-20. Sama seperti Raden Mattaher, Sultan Thaha dan yang lain, Haji Umar dianggap sebagai gangguan di Jambi.
Kuatnya perlawanan Haji Umar ditengarai oleh Belanda lantaran adanya sokongan dari luar. Rumor yang beredar di kalangan orang Belanda, Kekaisaran Turki dan Jepang dianggap memberi pengaruh dalam perlawanan-perlawanan pribumi terhadap pemerintah Hindia Belanda di Nusantara. Mengutip Indisch Militair Tijdschrift tentang penaklukan Jambi 1901-1907, koran De Sumatra Post edisi 26 September 1916 menyebut Turki menjanjikan bantuan kepada kelompok Haji Umar dan ketika bantuan itu terlambat, mereka menjatuhkan harapan pada Jepang.
Haji Umar bernama lengkap Pangeran Haji Umar bin Pangeran Muhamad Yasin. Belanda menyingkat namanya menjadi Dji Oemar (baca Ji Umar). Buku Sejarah Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Jambi menyebut, Haji Umar adalah panglima yang berasal dari Sarolangun, Bangko yang terletak di pedalaman Jambi sekitar Kerinci. Ia, kata Mardanas Safwan dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan Sultan Thaha, terlibat dalam beberapa pertempuran seperti mempertahankan benteng Limbur Tebo bersama Raden Hamzah.
Haji Umar dan pasukan rakyatnya yang dicap sebagai geng pengacau keamanan itu sejatinya belum terlalu lama dikenal. Algemeen Handelsblad tanggal 15 April 1907 menyebut bahwa pihak Belanda menganggap Haji Umar mulai dikenal sejak Juni 1903. Ketika itu ia pertama kali memimpin pasukannya menyerang bagian hilir pedalaman Tambesi dibantu Pangeran Seman. Selain menembaki kepala Penaroeu dan Tinting, mereka pada malam tanggal 19 ke 20 Juni 1903 juga menyerang rumah kontrolir dan rumah rakit personel pribumi di Surulangun, Jambi.
Haji Umar bergerak bersama ayah mertuanya, Pangeran Toemenggoeg, mantan penguasa Merangin. Pada 1 April 1903, dirinya mengadakan pertemuan rahasia dan memutuskan untuk melawan Belanda sekeras mungkin. Mereka menembaki kapal angkut militer yang melalui sungai-sungai di pedalaman Jambi.
Sekitar Juni 1903, Haji Umar bergerilya di daerah Merangin dan Mesuma. Mereka berhasil menyergap salah satu patroli tentara Belanda pada 21 Juni 1903. Setelah melukai empat tentara Belanda itu, Haji Umar dan pasukannya berpindah ke wilayah Tabir. Lalu sedari akhir 1903 hingga awal 1904, dia beradadi daerah aliran Sungai Pemujin sementara saudaranya, Pangeran Seman, berada di Rantau Hulu.
Haj Umar lalu tak terdeteksi keberadaaannya oleh Belanda. Namun itu tak lama, sebab pada 1905 dia muncul kembali di Tabir. Dia menjadi pemimpin yang dominan di daerah itu.
Pada Juni 1906, Haji Umar memimpin penyerbuan ke daerah Kerinci lagi. Penyerbuannya terbilang berhasil. Namun, di sini salah satu pimpinan dalam pasukan Haji Umar terbunuh oleh Prajurit Infanteri Kelas Satu Kasanwirdjo. Menurut Register Ridders MIlitaire Willemsorde 4e nomor 5330, Kasanwirdjo berhasil membunuh dua orang lainnya dan menyita tiga senapan serta sebuah pistol dalam pertempuran itu. Kasanwirdjo lalu mendapat penghargaan bintang Militaire Willemsorde (MWO) kelas empat.
Pada 10 Juli 1906, kelompok Haji Umar menyerbu pegunungan sebelah barat Sikoeng Koeng (Korintji Djambi, kini Kerinci). Namun kali ini lawan yang didapatkannya bukan kaleng-kaleng lantaran Belanda telah menggunakan pasukan non-reguler.
Beratnya melawan kelompok Haji Umar membuat pemerintah kolonial memutuskan tak lagi mengerahkan pasukan reguler dari KNIL. Pemerintah memutuskan menggunakan Marsose, pasukan khusus antigerilya yang dikembangkan di Aceh.
Di bawah Marsose, perburuan kelompok Haji Umar ditingkatkan. Antara lain di bawah pasukan pimpinan Kapten Fransiscus Darlang yang namanya telah sohor di Aceh. Algemeen Handelsblad tanggal 11 Mei 1907 menyebutkan, Kapten Darlang memimpin pasukan untuk mengejar Haji Umar di Pamujin pada 12 April 1907.
Dengan berani Kapten Darlang maju untuk mengintai jalan yang telah dipasangi rintangan oleh lawan. Kadang-kadang dia berjalan dan kadang-kadang menyelinap. Upaya tersebut memberikan kontribusi amat besar terhadap keberhasilan serangan tersebut, di mana pasukan Marsose tak hanya berhasil menemukan Haji Umar dan enam pengikutnya, tapi juga membunuh mereka. Namun dalam penyergapan yang menewaskan tiga orang tewas –termasuk seorang tokoh bernama Djambian– serta merebut 3 senapan, 1 pistol, senjata biasa, dan amunisi itu, Kapten Darlang dan tiga anggota pasukannya terluka.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar