Gagasan Awal Taman Mini Indonesia Indah
Gagasan TMII muncul setelah Ibu Tien Soeharto berkunjung ke Thailand dan Amerika Serikat. Ditentang banyak pihak terutama mahasiswa.
Pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kalang kabut pada akhir Oktober 2018. Tiga plang pajak dari Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Timur tiba-tiba terpancang di tiga objek wisata di dalam kawasan TMII. Pemkot menyatakan pengelola TMII menunggak pajak. Tapi pengelola TMII mengatakan sedang mengurus pembayaran pajaknya.
TMII merupakan salah satu lokasi wisata favorit di Jakarta. Ratusan ribu orang mengunjungi TMII pada hari raya Lebaran 2018. Jumlah pengunjung turun pada hari-hari biasa, tapi akan meningkat lagi memasuki akhir pekan dan libur panjang. Mereka menjejaki Indonesia mini di lokasi ini. Aneka wujud kebudayaan dari 34 provinsi Indonesia tersaji di sini.
Gagasan menyajikan aneka wujud kebudayaan Indonesia dalam sebuah taman besar berasal dari Siti Hartinah, atau biasa dipanggil Ibu Tien Soeharto, istri Presiden Soeharto. Ibu Tien memperoleh gagasan itu setelah berkunjung ke Thai-in-Miniature di Thailand dan Disneyland di Amerika Serikat. Dua tempat ini berfungsi memamerkan dan mempromosikan kebudayaan, segi sosial, pendidikan, ekonomi, dan pariwisata dua negara tersebut.
Baca juga: Gerakan Menentang Pembangunan TMII
“Setelah mengunjungi kedua tempat tersebut, Ibu Tien menginginkan agar di Indonesia terdapat suatu objek wisata yang mampu menggambarkan kebesaran dan keindahan tanah air Indonesia dalam bentuk mini di atas sebidang tanah yang cukup luas,” tulis Suradi H.P. dkk., dalam Sejarah Taman Mini Indonesia Indah.
Ibu Tien dalam Penjelasan tentang Projek Miniatur ‘Indonesia Indah’ berbagi pengalaman ketika berkunjung ke luar negeri. Indonesia sering dipandang kecil oleh bangsa lain. “Masih sering didengar anggapan sementara orang asing bahwa Indonesia hanyalah terdiri dari Bali saja,” tulis Ibu Tien. Dia ingin mengubah pandangan tersebut. Caranya dengan membangun tempat seperti Thai-in-Miniature dan Disneyland.
Baca juga: Sejarah Ancol Bercitarasa Indonesia
Ibu Tien menyampaikan gagasan ini kali pertama pada pertemuan pengurus Yayasan Harapan Kita (YHK) di rumahnya, Jalan Cendana No. 8, Jakarta, pada 13 Maret 1970. Dia bilang ingin membangun sebuah tempat untuk menampilkan keanekaragaman Indonesia.
Dalam pandangan Ibu Tien, pembangunan tempat untuk menampilkan keanekaragaman budaya Indonesia lebih menyasar kepada kebutuhan mental dan spiritual bangsa. Pelengkap pembangunan ekonomi untuk kebutuhan fisik dan jasmani bangsa.
Ibu Tien membayangkan tempat ini akan mempunyai sebuah kolam besar berbentuk kepulauan Indonesia. Tetanaman hias dari antero Indonesia berada di sekitar kolam. Kemudian ada pula bangunan-bangunan khas dari tiap daerah di Indonesia. Lengkap dengan perabot, pakaian, dan senjata adatnya. “Di dalam rapat ditentukan bahwa proyek tersebut bernama Miniatur Indonesia Indah,” tulis Tim Penyusun Apa dan Siapa Indonesia Indah.
Kebanyakan pengurus YHK merupakan istri dari kawan-kawan Presiden Soeharto. Mereka mengagumi gagasan Ibu Tien dan sepakat mendukungnya.
Ibu Tien meminta keterlibatan YHK dalam membangun Miniatur Indonesia Indah (MII). Sebab dia memandang tujuan YHK sejalan dengan gagasan pembangunan MII. Tujuan YHK ialah meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan memberikan bantuan kepada instansi masyarakat berupa pendirian bangunan atau rumah. Status YHK adalah yayasan swasta.
Pengurus YHK bersedia membantu Ibu Tien mewujudkan gagasannya. Tetapi mereka mengatakan gagasan Tien harus dirundingkan dengan banyak pihak. Usai rapat, mereka menghubungi Pemerintah DKI Jakarta. Ali Sadikin, gubernur Jakarta 1966—1977, tertarik dengan rencana pembangunan MII.
“Proyek Miniatur Indonesia Indah memiliki maksud dan tujuan yang serupa dengan sebuah proyek yang pernah diusulkan DPRD DKI Jakarta pada tahun 1968,” tulis Indonesia Raya, 7 Desember 1972. Ali Sadikin mengatakan proyek itu mirip dengan proyek Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, dia bersedia menjadi project officer pembangunan MII.
Baca juga: Harapan Bung Karno pada Ali Sadikin
Ali Sadikin membantu YHK mencari lahan untuk pembangunan MII. Dia mengusulkan lokasinya berada di dekat Hotel Indonesia (HI). Tetapi lahan di sana kurang dari 20 hektar. Terlalu kecil untuk MII dalam gambaran Ibu Tien. Mereka lantas beranjak ke wilayah timur kota, ke Cempaka Putih.
Lahan di Cempaka Putih lebih luas daripada di dekat HI. Tetapi masih kurang memuaskan Ibu Tien. Bayangan Ibu Tien, pembangunan MII bakal bertahap dan mengalami perluasan. Cempaka Putih hanya cukup untuk pembangunan tahap awal.
Ali Sadikin kemudian menawarkan daerah Pondok Gede. “Di Pondok Gede, Pemda DKI menyediakan lahan lebih kurang 100 hektar,” kata Ali Sadikin kepada Ramadhan K.H. dalam Bang Ali: Demi Jakarta 1966—1977. YHK menerima tawaran Ali Sadikin. Di sinilah MII kelak dibangun. Langkah berikutnya ialah penggalangan dana.
Melibatkan gubernur se-Indonesia
Sekalipun berlabel ‘mini’, pembangunan MII memerlukan biaya besar. Kira-kira Rp10,5 miliar. Karena itu, YHK memerlukan bantuan selain Pemda Jakarta. Ibu Tien mengakui hal tersebut di hadapan gubernur se-Indonesia di Istana Negara pada 30 Januari 1971. Dia membagikan proposal kepada 26 gubernur. Maksudnya jelas, meminta dana dari gubernur se-Indonesia.
Selesai berbicara dengan gubernur se-Indonesia, Ibu Tien beralih ke perusahaan konsultan pembangunan. Dia menunjuk Nusa Consultans sebagai penyusun master plan MII pada 11 Agustus 197. Master plan berisi peta rencana tata letak bangunan, telekomunikasi, listrik, transportasi, biaya, dan perhitungan mengenai manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.
Baca juga: Soeharto Tak Kunjung Pulang, Ibu Tien Bikin Sesajen
Master plan MII menyebut YHK menanggung biaya pembangunan sebesar 25 persen. Sisanya dibebankan kepada daerah tingkat I (provinsi) sebesar 16 persen, investor sebesar 45 persen, dan badan lain sebesar 14 persen.
Pelibatan gubernur dan daerah tingkat I untuk turut mengeluarkan dana dalam pembangunan MII cukup aneh. Mengingat pembangunan MII berasal dari inisiatif yayasan swasta, bukan lembaga pemerintah. Tetapi langkah-langkah Ibu Tien ini belum diketahui oleh khalayak. Tidak ada pemberitaan apapun di media massa hingga akhir 1971, ketika master plan MII rampung dikerjakan oleh Nusa Consultants.
Baca juga: Pawang Hujan dalam Peresmian TMII
Khalayak mengetahui rencana pembangunan MII setelah Ibu Tien mengumumkannya pada akhir November 1971. Dia tampil sebagai ketua Badan Pelaksana Pembangunan dan Persiapan Pengusaahaan Proyek (BP5) Miniatur Indonesia Indah. Dia menjelaskan secara lengkap gambaran MII: dari ide awal, susunan organisasi, sampai master plan MII.
Sehari setelah penjelasan Ibu Tien tersebar luas di media massa, keriwuhan terdengar dari sana-sini. Banyak pihak, utamanya mahasiswa, menolak rencana Ibu Tien di tengah kemiskinan sebagian besar rakyat Indonesia. Ibu Tien cukup terkejut dengan tanggapan mahasiswa. Dia tak mengira gagasannya memperoleh tentangan dari kelompok yang turut membantu suaminya naik menjadi presiden.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar