Leluhur Ketua Pemuda Pancasila Jago Perang
Japto ketua Pemuda Pancasila masih keturunan Raden Mas Said dan Sultan Agung.
NAMA Japto Soelistio Soerjosoemarno belakangan ini jadi berita. Ketua Umum Pemuda Pancasila itu rumahnya digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 11 mobil serta uang sebesar Rp.56 milyar disita darinya. Japto dikaitkan dengan kasus gratifikasi dan pencucian uang oleh KPK yang sedang memeriksanya.
Lantas, siapa sebetulnya Japto? Pria kelahiran 16 Desember 1949 yang merupakan adik dari artis Marini Soerjosoemarno itu adalah putra dari Brigadir Jenderal Ir. Soetarjo Soerjosoemarno dengan Dolly Zegerius. Ayahnya seorang bangsawan Jawa sedangkan ibunya adalah Yahudi Belanda.
“Mangkunegara V mempunyai putra ke-15, Kanjeng Pangeran Haryo Soerjosoemarno yang menikahi Raden Roro Soemarnaningsih yang kemudian melahirkan Pappie,” kata buku Perkawinan Emas Tarjo Surya Sumarno Dengan Dolly Zegerius.
Pappie yang dimaksud adalah Soetarjo Soerjosoemarno. Dia lahir pada 22 Januari 1913.
Mangkunegara V yang bernama asli Gusti Raden Mas Sunita (1855-1896) bertakhta sebagai penguasa Kadipaten Praja Mangkunegara dari 1881 hingga 1896. Keraton Mangkunegaran sendiri eksis sejak 1757, berdasar Perjanjian Salatiga, hingga sekarang. Para penguasa keraton Mangkunegaran adalah keturunan Mangkunegara I, sang pendiri keraton.
Mangkunegara I yang nama aslinya Raden Mas Said (1725-1795) merupakan putra dari Pangeran Arya Mangkunegoro. Dia masih keponakan Susuhunan Paku Buwono II dan cucu Sunan Amangkurat IV. Mereka semua adalah keturunan Raja Mataram Islam Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) yang pernah menyerang VOC di Batavia.
“Pangeran Arya Mangkunegoro dibuang oleh Kompeni ke Afrika Selatan. Pada saat dibuang, Pangeran tersebut meninggalkan seorang putera yang masih anak anak yang bernama Raden Mas Said,” catat Daradjadi dalam Perang Sepanjang 1740-1743, Tionghoa-Jawa lawan VOC.
RM Said kemudian dibesarkan oleh neneknya, Bendara Raden Ayu Kusumanarsa. Sejak usia be belasan tahun, dirinya sudah ikut berperang. Dia ikut pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi alias Sunan Kuning yang melawan Paku Buwono II, yang dekat dengan VOC Belanda. Mereka sukses menjebol tembok keraton Kartasura yang tinginya 4 meter. Dalam perlawanannya, Raden Mas Said pernah pula bersekutu dengan Pangeran Mangkubumi (1717-1792) yang kelak menjadi penguasa Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.
Sebagai pemimpin perang, RM Said –kemudian mewarisi gelar ayahnya, Pangeran Mangkunegoro– digelari Pangeran Prangwadana. Pihak VOC Belanda yang menjadi lawannya juga punya sebutan untuknya. Gubernur Jawa bagian Utara Nicholaas Hartingh menjulukinya Pangeran Sambernyawa.
“Julukan Sambernyawa yang diberikan oleh pihak Kompeni menunjukkan kelincahan dan ketangkasan Sang Pangeran,” catat Sartono Kartodirdjo dalam Sejak Indisch Sampai Indonesia.
RM Said yang sulit ditaklukkan VOC secara militer akhirnya membuat VOC berkompromi. VOC pun terpaksa membiarkan RM Said berkuasa atas sebagian tanah Mataram sejak 1757 berdasar Perjanjian Salatiga. Sebelumnya, berdasarkan Perjanjian Giyanti pada 1755 Pangeran Mangkubumi yang juga merupakan mertuanya boleh berkuasa di Yogyakarta.
“Mas Said yang kemudian bergelar Mangkunegara I setelah perjanjian Salatiga tahun 1757. Sebagai unit wilayah, Mangkunegaran terdiri dari kota praja dan daerah di luarnya yang sebagian besar terdiri dari pedesaan,” tulis Wasino dalam Kapitalisme Bumiputera: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran.
Luas wilayah Mangkunegaran sekitar 2.800 hektar. Belakangan, sebagian menjadi wilayah Wonogiri dan Karanganyar.
VOC dan penerusnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda, selain membiarkannya berkuasa atas wilayah yang luas juga membiarkan RM Said alias Mangkunegara I memiliki tentara sendiri. Tentaranya itu dikenal sebagai Legiun Mangkunegaran. Belakangan, RM Said difilmkan oleh Soehario Padmodiwirio, mantan pangdam Kalimantan Timur yang juga keturunan Mangkunegaran, dengan jugul Pangeran Sambernyowo: Skenario Film Cerita (1992).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar