Keluarga Cemara Menebar Inspirasi
Serial yang sohor pada 1990-an diangkat ke layar perak. Ini alasan dan tujuannya menurut sang produser dan penulis skenario.
HOROR, drama-komedi, drama-tragedi, action, sejarah, superhero. Sejak beberapa tahun belakangan tema-tema film itu berseliweran di berbagai bioskop tanah air. Terhitung langka film bertema drama-keluarga, terutama yang bisa dinikmati semua kalangan umur dan menginspirasi, bisa naik tayang ke layar lebar.
Celah itulah yang dimanfaatkan rumah produksi Visinema lewat garapan anyarnya, Keluarga Cemara. “Kami merasa butuh film keluarga yang bisa dinikmati oleh seluruh keluarga,” tutur penulis skenario dan produser Retna Ginatri S. Noer kepada Historia.
Rencananya, Keluarga Cemara akan tayang serentak di bioskop-bioskop pada 3 Januari 2019. Kendati begitu, beberapa penayangan screening-nya sudah dimulai di beberapa kota sejak awal Desember 2018.
Baca juga: Komik dan serial legendaris Wiro Sableng diangkat ke layar perak
Keluarga Cemara adalah “reborn” dari serial televisi legendaris Keluarga Cemara yang ditayangkan stasiun RCTI (6 Oktober 1996-29 Agustus 2004) dan TV7 (18 Oktober 2004-30 Januari 2005). Keluarga Cemara diadopsi dari cerita bersambung (cerbung) karya Arswendo Atmowiloto di media cetak yang turut dibidaninya pada 1970-an, Majalah Hai.
Dalam versi serial, kisahnya berpusar pada kehidupan keluarga Abah yang bersahaja dan jujur di sebuah desa di Sukabumi. Abah mesti mempertahankan kehidupan keluarganya dengan beternak dan menjadi tukang becak pasca-bangkrut dan kehilangan kekayaannya.
Publik sempat menganggap cerbung dan serial televisinya kental dengan ajaran-ajaran Kristiani. Namun Arswendo menampik anggapan itu lantaran memang tak merasa memasukkan persoalan agama dalam kisahnya. “Ide dasarnya sebenarnya ingin bertutur tentang kejujuran. Kalau ada orang ingin hidup secara jujur, mungkin apa tidak, ya. Di situ juga menceritakan banyak kisah yang penuh dengan kasih sayang,” ujar Arswendo dalam mingguan Katolik, Hidup, Volume 51 tahun 1997.
Upaya untuk Menginspirasi
Gagasan untuk mengangkat film bertema keluarga dengan meminjam karya Arswendo berawal dari obrolan suami-istri sineas pendiri Visinema Angga Dwimas Sasongko dan Anggia Kharisma. Angga, kata Gina, yang sejak SMA sudah kerap bikin film bareng dan tentu turut menikmati serialnya di masa muda mereka, lantas menyampaikan ide untuk memfilmkan Keluarga Cemara.
Lantaran Keluarga Cemara sangat lekat dengan sosok Arswendo, tim produksi serta sutradara Yandy Laurens lalu berkomunikasi dengan si empunya cerita. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kebetulan, Arswendo sudah lama ingin mengangkat kisah ini ke layar perak dan prinsip-prinsip yang dipunya Visinema dirasa cocok untuk menggarapnya.
Baca juga: Upaya mengglobalkan "universe-nya" Wiro Sableng
“Mas Wendo pernah memberikan sinopsis dan skenario yang sudah dia tulis untuk film Keluarga Cemara dalam bayangannya. Ada beberapa titik cerita yang menarik dan sudah ada juga di serial televisinya. Kami baca dan putuskan untuk membuat versi cerita kami sendiri, yaitu kisah awal Abah sebelum Keluarga Cemara yang kita tonton serialnya,” sambung Gina.
Soal keputusan itu, Arswendo disebutkan memberi kebebasan pada tim Visinema. Baginya, Keluarga Cemara seperti seorang anak yang sudah dilahirkan dan dibesarkannya. Kini Keluarga Cemara sudah “dewasa”, Arswendo mempersilakan tim penggarap memberi makna baru.
“Mas Wendo hanya membaca skenario (versi Visinema) saja. Beliau benar-benar membebaskan. Hanya saja beliau berpesan agar tak menghilangkan ruh kesederhanaan dan representasi keberagaman Indonesia di dalam filmnya,” lanjutnya.
Goal film ini yang diinginkan tim penggarap tak lain adalah untuk menginspirasi, tak hanya sekadar nostalgia. Maka dalam prosesnya mereka juga melakukan riset agar lebih relevan bagi keluarga-keluarga Indonesia di zaman now.
Retna Ginatri S. Noer, produser cum penulis naskah film Keluarga Cemara
“Kisah keluarga otomatis jadi kisah personal buat kami semua. Apalagi meminjam kisah serial yang sudah kami nikmati sejak kecil. Karenanya kami butuh jarak agar lebih paham apa yang dibutuhkan penonton film Indonesia saat ini. Kami juga meriset 150 keluarga di Jabodetabek dari SES A-C (Socio Economy Status A-C) yang baru keluar dari bioskop menonton berbagai film bersama keluarganya,” imbuh Gina.
Dalam risetnya, lanjut Gina, tim menanyakan apa yang lazim dihadapi responden sebagai keluarga di era sekarang, ketakutan, hingga harapan mereka terhadap film keluarga. “Tak lupa brand audit Keluarga Cemara. Dengan demikian kami punya data baru yang memperkaya point of view personal kami,” tutur sineas kelahiran Balikpapan, 24 Agustus 1985 itu.
Satu pesan lain yang ingin disampaikan dari film Keluarga Cemara adalah, inspirasi bagi setiap keluarga di Indonesia menjadi tempat pertama setiap manusia tumbuh dan belajar menghadapi perubahan-perubahan di segala sendi kehidupan. Ibarat pohon cemara yang evergreen, adaptif, dan tangguh menghadapi cuaca apapun.
“Filosofi pohon cemara itu cocok dengan keluarga Indonesia saat ini. Kami berharap penonton punya makna baru yang lebih baik saat merefleksikan hubungan di dalam keluarganya saat menonton Keluarga Cemara. Jika penonton bisa punya momen ini, maka tentu akan makin banyak permintaan film bertema keluarga,” ujar Gina.
Baca juga: Serba-serbi lima pemeran Soeharto di berbagai film
Untuk mengundang daya tarik, tim penggarap sudah merilis trailer-nya sejak 1 Desember 2018. Peran utama Abah dimainkan aktor Ringgo Agus Rahman bersama Nirina Zubir sebagai Emak. Adapun pemeran Ara dimainkan Widuri Putri Sasono yang tak lain putri pasangan artis Dwi Sasono-Widi Mulia. Sementara, tokoh Euis diperankan Adhisty Zara alias Zara JKT48.
Tapi tunggu, ke mana Agil si bungsu yang sama sekali tak nampak batang hidungnya dalam trailer? Apakah memang sosoknya tetap akan ada sebagai kejutan, atau memang dikisahkan Agil belum lahir? Gina enggan membocorkan. Kalau penasaran, tonton langsung saja filmnya yang akan resmi ditayangkan pada 3 Januari 2019.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar