Karena Papua, Sukarno "Kemplang" Utang KMB
Papua tak diserahkan ke Indonesia, Sukarno membatalkan isi KMB. Indonesia pun menganggap tak perlu lunasi utang Belanda.
KEDAULATAN Indonesia sangatlah mahal harganya. Salah satu indikatornya adalah kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Lantaran sadar tak punya daya jika perang terus berlanjut, poin utang Belanda yang luar biasa besar harus dibayarkan oleh pihak Indonesia pun terpaksa disepakati dan Wakil Presiden RI Moh. Hatta menandatangani isi KMB tersebut.
“Dengan pengakuan kemerdekaan kita, kita akan menanggung segala yang patut kita tanggung menurut kedudukan kita. Segala utang Hindia sebelum penyerahan Jepang dan patut menjadi tanggungan kita, kita akui sebagai utang kita,” ujar Bung Hatta, ketua delegasi Republik Indonesia di KMB, dalam pidatonya di KMB yang dikutip Pramoedya Ananta Toer dalam Kronik Revolusi Indonesia: 1949.
Utang itu tentu menjadi beban Indonesia di masa selanjutnya. Namun keputusan yang telah disepakati kedua belah pihak tersebut bersifat mengikat, jadi mesti dijalankan.
“Utang KMB merupakan utang luar negeri pertama yang ditanggung pemerintah Indonesia yang terbagi atas: pertama pengalihan utang luar negeri pemerintah Hindia Belanda dari tahun 1935 hingga 31 Desember 1949 sebesar 1,5 miliar gulden, kedua utang dalam negeri lancar pemerintah Hindia Belanda berupa pinjaman kepada De Javasche Bank selama periode 1945-1949 senilai 2,8 miliar gulden,” catat Edy Burmansyah dalam buku terbarunya, Sejarah Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Utang Pemerintah.
De Javasche Bank kemudian diambil alih dan menjadi Bank Indonesia. Langkah ini juga membantu proses pembayaran utang KMB.
Di pihak Belanda, meski Hindia Belanda lepas dari wilayah jajahannya, bekas koloni itu masih tetap memberi keuntungan bagi Kerajaan Belanda. Utang Belanda kepada negara lain pun harus dilunasi Indonesia. Bahkan, yang lebih konyol di antara utang yang harus dibayar Indonesia itu dananya dipakai untuk biaya memerangi Republik Indonesia dari 1945 hingga 1949. Total utang itu adalah 4,3 miliar gulden, setelah sebelumnya Belanda meminta 6,5 miliar gulden.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia tentunya terus berlanjut setelah tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah diakui, yakni membayarkan utang Belanda. Suka tak suka, Indonesia berusaha membayarnya. Mekanisme pembayarannya, menurut Edy Burmansyah, antara lain melalui penerimaan dari ekspor Indonesia setiap tahunnya serta keuntungan tahunan dari produksi timah Indonesia, di mana uang tersebut masuk ke sebuah rekening di De Nederlandsche Bank (Bank Sentral Belanda). Pembayaran lainnya dengan cara membayar langsung ke kreditur untuk utang pemerintah Hindia Belanda kepada Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.
“Sisa hutang tersebut pada akhir 1956 berjumlah Rp 1.982 juta,” catat Beng To Oey dalam Sejarah Kebijaksanaan Moneter Indonesia Volume 1.
Dengan jumlah tersebut, berarti dalam waktu sekitar enam tahun lebih dari tiga miliar gulden sudah dibayarkan oleh pemerintah Indonesia. Apa lagi kalau bukan demi kemerdekaannya.
Kala itu, ada poin KMB yang tidak dilaksanakan pihak Belanda ke Indonesia, yakni penyerahan Papua ke Indonesia. Seharusnya, menurut kesepakatan KMB, Papua diserahkan Belanda setahun setelah KMB ditandatangani. Namun hingga pertengahan dekade 1950-an pun itu tak dilakukan Belanda. Ajakan Indonesia untuk membicarakan soal tersebut selalu ditolak atau diulur Belanda. Papua yang punya banyak nilai ekonomis itu tampak sengaja dipertahankan Belanda.
Sikap Belanda itu membuat Indonesia pun berusaha menekannya. Sentimen anti-Belanda kemudian meningkat dan Indonesia pun akhirnya memutuskan untuk membatalkan KMB.
“Dengan pembatalan KMB berarti kedudukan ekonomi Belanda yang istimewa di Indonesia berakhir,” catat Bondan Kanumoyoso dalam Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia: Menguatnya Peran Ekonomi Negara.
Tak hanya berhenti membayar utang KMB yang luar biasa banyak itu, Indonesia kemudian juga mengambil alih banyak perusahaan Belanda di Indonesia lalu menasionalisasi mereka. Warga negara Belanda juga kemudian dideportasi dari Indonesia.
Alhasil, tak menyerahkan Papua juga jadi pukulan ekonomi amat besar bagi Kerajaan Belanda. Namun itu hanya sesaat. Setelah Sukarno lengser dan Soeharto berkuasa, ada penjadwalan ulang pembayaran utang Indonesia pada Belanda. Indonesia yang saat itu bergantung pada Barat tak bisa berbuat banyak menghadapi Belanda selaku sekutu Amerika Serikat di NATO, demi pinjaman luar negeri yang jadi modal pembangunan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar