Jejak Kelapa Sawit di Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor menerima empat tanaman kelapa sawit yang dikirim dari dua tempat berbeda. Diteliti para ahli botani dan kemudian ditanam di berbagai wilayah.
TANAMAN kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) menjadi salah satu komoditas penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia masuk dalam daftar negara penghasil sawit terbesar di dunia. Walau begitu, kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Tanaman ini mulai hadir pada zaman kolonial Belanda.
Kelapa sawit belum muncul dalam katalog ke-2 Kebun Raya Bogor tahun 1844, yang disusun oleh J.K. Hasskarl. Elaeis guineensis mulai disebutkan pada halaman 73 dalam katalog J.E. Teysmann dan S. Binnedijk yang terbit tahun 1866. Menurut Dr. F.W.T. Hunger dalam De oliepalm (Elaeis guineensis), kelapa sawit mulai dikenal di Hindia Belanda tahun 1848.
Pada Februari 1848, Kebun Raya Bogor menerima dua tanaman kelapa sawit dari Bourbon, Mauritius melalui perantara Mr. D.T. Pryce di Batavia, dan pada Maret di tahun yang sama, dua spesimen dari spesies yang sama dikirim oleh Hortus di Amsterdam, Belanda.
Baca juga:
Dalam laporan selanjutnya, Johannes Elias Teijsmann (J.E. Teysmaan), seorang ahli botani Belanda yang pernah menjabat Direktur Kebun Raya Bogor, melaporkan bahwa tanaman yang ia perkenalkan di Jawa telah berumur setidaknya satu tahun.
Sejumlah ahli botani meneliti keempat tanaman kelapa sawit yang diterima Kebun Raya Bogor. Salah seorang ahli botani, P.J.S. Cramer menyebut dalam Teysmannia, jilid 28, hal. 448 (1917), bahwa ia telah mencari informasi mengenai asal-usul kelapa sawit pertama yang diterima di Bogor. Direktur Pertanian Mauritius saat itu, Dr. Stockdale, memberitahukan kepadanya bahwa Elaeis guineensis tidak ditemukan di alam liar di pulau-pulau di kepulauan Maskarenes.
“Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Mauritius atau Bourbon hanyalah tempat transit atau aklimatisasi bagi kelapa sawit yang pertama kali diimpor ke koloni kami,” sebut Cramer. Sementara itu, ada pula yang menyebut sangat mungkin kelapa sawit yang diterima di Bogor berasal dari Réunion, bukan Bourbon. Réunion, sebuah region Prancis di Samudra Hindia, yang terletak di sebelah barat daya Mauritius.
Keempat tanaman kelapa sawit yang diterima Kebun Raya Bogor tumbuh dengan baik. Tanaman itu memiliki batang setinggi 5 hingga 6 kaki, kecuali mahkota dengan daun, yang ukurannya mirip dengan capercaillie, tetapi daunnya lebih padat, tidak tegak tetapi lebih melengkung dan jumlahnya lebih banyak. Sekelompok bunga juga mulai muncul secara teratur, baik jantan maupun betina.
Meski begitu, dalam surat yang dikirim kepada Kepala Kantor Pemerintah pada 1858, Teysmann menulis bahwa sebagian besar tandan bunga betina gagal dan tidak menghasilkan buah jika tidak dibuahi secara artifisial, karena tandan bunga jantan muncul sangat tidak beraturan di antara tandan bunga betina dan bahkan tidak membuahi dalam jarak yang dekat.
“Inseminasi buatan dilakukan di sini, seperti pada pohon kurma di Arab, dengan memotong tangkai bunga jantan, yang akan digunakan untuk menyerbuki bunga betina pada waktu yang tepat. Jika pembuahan dilakukan dengan baik, sehingga semua tandan bunga menghasilkan buah, pohon ini dapat menghasilkan buah dalam jumlah yang cukup banyak setiap tahun,” tulis Teysmann.
Pada 1853, banyak buah kelapa sawit yang diperoleh membutuhkan waktu beberapa bulan untuk berkembang, tetapi segera setelah mereka menghasilkan daun pertama, lebih banyak lagi yang segera menyusul, dan setelah 5 hingga 6 tahun tanaman sudah cukup berkembang untuk menghasilkan buah, yang muncul di antara daun pada ketinggian 3 hingga 4 kaki di atas tanah.
Baca juga:
Seiring berjalannya waktu, pengembangbiakkan kelapa sawit mulai dilakukan di luar Kebun Raya Bogor. Antara tahun 1854–1858, bibit-bibit pohon ini disediakan dan ditanam di Ciomas, Ciogrek, serta tanah Pamanukan dan Ciasem. Surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 22 Mei 1920, melaporkan bahwa bibit pohon kelapa sawit juga ditanam di Banyumas tahun 1859. Penanaman bibit pohon itu bahkan dilakukan di bawah kepemimpinan Teysmann. Selanjutnya, pada 1871 beberapa ratus tanaman sawit disediakan.
Dari tahun 1854 dan seterusnya, bibit kelapa sawit telah dipasok ke beberapa perusahaan perkebunan swasta, terutama yang berlokasi di Jawa Barat. Untuk sementara waktu keterlibatan Kebun Raya Bogor dengan kelapa sawit tidak berlanjut lebih jauh sampai pada 1857 Dewan Tertinggi di Belanda memberikan perhatian khusus pada manfaat kelapa sawit.
Setelah dekade pertama diperkenalkan di Hindia Belanda, kelapa sawit sudah ditemukan di beberapa perkebunan swasta di Jawa Barat, misalnya di distrik Bogor, Batavia, Karawang, dan tanah Pamanukan dan Ciasem. Lebih dari satu dekade kemudian, penanaman baru dimulai di Bogor di tanah Nuripan dan di Banten di Cikande Udik.
Di Jawa Tengah, menurut Hunger, sekitar tahun 1867 terdapat penanaman kelapa sawit dalam jumlah kecil di sejumlah tanah milik Tuan Weynschenk yang luas di kawasan Yogyakarta, yang dimaksudkan untuk menyediakan bahan baku pembuatan sabun. Di Jawa Timur, Tuan Perret di Lawang menjadi orang pertama yang mulai merintis perkebunan kelapa sawit. Pada masa itu penanaman bibit sawit mulai dilakukan dalam skala cukup besar, baik di lahan pribadi, lahan sewa maupun di pekarangan rumah penduduk.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar