Namanya sohor di dunia perfilman era 1970-an sebagai Eddy Sud. Padahal nama aslinya Eddy Sudihardjo. Dia pernah muncul bersama Ateng, Iskak, hingga Bing Slamet dan kerap tampil sebagai orang tua yang berwibawa dalam film-filmnya.
Kariernya di dunia hiburan sebenarnya dimulai jauh sebelum 1970-an. Sebelum dikenal lewat Kwartet Jaya (bersama Ateng, Iskak, dan Bing Slamet), Eddy pernah tergabung dalam grup lawak SAE (bersama Bing Slamet dan Atmonadi). Lelaki kelahiran Klaten, 20 Agustus 1937 ini adalah lulusan SMA De Britto, Yogyakarta dan pernah kuliah ekonomi sebentar di Universitas Gadjah Mada.
Baca juga: Bing Slamet, Lucu Sejak Dalam Pikiran
Sejak muda, ia bermain film. Buku Apa-Siapa Orang Film Indonesia, 1926-1978 menyebut, film pertama Eddy adalah Berabe (1960). Setahun berselang, ia main dalam Marina dan Kuntilanak. Namun film-film itu tak serta-merta membuatnya terkenal.
Sambil main film, ia aktif dalam kegiatan sosial. Buku Pemilihan Umum 1987 Vol. 17 menyebut Eddy aktif dalam kegiatan sosial bersama Badan Kerjasama (BKS) Seniman-Militer di bawah naungan Kodam V Jaya sekitar 1960-1961.
Di sekitar Peristiwa G30S, Eddy aktif di BKS Kostrad, Jakarta. Maka ketika Kostrad terlibat dalam penumpasan G30S di berbagai daerah di Jawa, Eddy Sud dimasukkan ke dalam rombongan seniman hiburan yang dibawa serta untuk menurunkan tensi masyarakat.
Baca juga: AURI Ingin Membom Markas Kostrad?
Ketika untuk kedua kalinya Indonesia mengadakan pemilihan umum (pemilu), yakni tahun 1971, Eddy Sud bergabung dalam sebuah kelompok artis bernama Artis Safari. Kelompok tersebut ikut serta meramaikan kampanye Golongan Karya (Golkar), kontestan pemilu yang sadar pentingnya hiburan.
“Disadari pula adanya kehausan hiburan bagi masyarakat lapisan bawah. Untuk itu dibentuk tim Safari Artis Golkar yang dikirim ke semua daerah pemilihan menyertai para juru kampanye. Dengan demikian pesta demokrasi menjadi lebih semarak,” catat buku Kenang-kenangan Sekber Golkar-Kino-Golkar dari Mukernas ke Munas – V Golkar.
Ketua Departemen Seni Golkar adalah Bucuk Suharto. Dia dekat dengan Eddy Sud. Relasi itu membuat Eddy Sud menjadi sangat penting dalam jajaran Artis Safari, dan dikenal sebagai koordinator artis di dalamnya. Dari 1972 hingga 1975, Eddy Sud dipercaya menjadi direktur Safari Sinar Sakti Film.
Baca juga: Golkar Sepeninggal Daripada Soeharto
“Penyelenggara kampanye Golkar di tahun 1971 merekrut total 324 artis untuk Tim Kesenian Safari Golkar 1971, yang terdiri dari penyanyi, pelawak, penyanyi dan band,” catat Beng Huat Chua dalam Elections as Popular Culture in Asia.
Dana untuk artis safari itu cukup besar. Berita Buana edisi 17 Mei 1982 menyebut besaran honor seniman perorangan adalah Rp.70.000,- dan untuk sebuah kelompok band mendapat Rp.200.000,-. Itu adalah honor perhari, baik main maupun tidak.
Dalam kampanye Golkar tahun 1982, terdapat penyanyi senior Ade Manuhutu, penyanyi remaja Rafika Duri, Lidya Kandau (yang mulai populer pada transisi dekade 1970-an ke 1980-an), Reynold Panggabean sang mantan anggota band The Mercy’s sekaligus mantan suami Camelia Malik (penyanyi di grup dangdut Tarantula dan bintang film), dan penyanyi senior Titiek Puspa.
Baca juga: Lagu-lagu Kampanye
Berita Buana juga memberitakan Eddy Sud menyatakan bahwa tidak ada paksaan dari para artis itu untuk bergabung dengan Golkar atau tidak. Dalam kampanye 1982 itu, Eddy Sud adalah koordinator dan Bucuk Suharto menjadi ketua Safari. Eddy kemudian terus bersama Golkar. Pada 1987, Eddy Sud terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di daerah pemilihan Jawa Barat.