Masuk Daftar
My Getplus

Rebutan Rhoma Irama

Dalam film, Rhoma Irama dicintai Ani dan diinginkan Rica. Namun dalam urusan kampanye, Rhoma sayang PPP tapi diinginkan Golkar.

Oleh: Petrik Matanasi | 14 Jun 2023
Rhoma Irama dengan penampilan khasnya ketika konser. (Foto: akun Instagram Rhoma Irama, @rhoma_official)

Kendati beberapa tahun lalu pengamat politik Syamsuddin Haris pernah berkomentar keras soal fenomena artis atau selebritis yang menjadi caleg, bahkan anggota legislatif sebagai kegagalan kaderisasi dalam partai politik, Pemilu 2024 tampaknya masih akan diwarnai banyaknya artis dan selebritis. Sejumlah partai masih menggunakan jasa mereka untuk meraup suara.

Di masa lalu, penggunaan artis juga sudah ada meski artis yang benar-benar jadi wakil rakyat baru terjadi pada Pemilu 1992. Sebelumnya, penggunaan artis hanya sebatas untuk kampanye. “Raja dangdut” Rhoma Irama pernah dijadikan andalan PPP dalam kampanye-kampanyenya.

Rhoma Irama dan Soneta grupnya awalnya kerap dipandang sebelah mata. Musik dangdut yang diusung Soneta dicap kampungan. Meski begitu, Rhoma dan Soneta punya massa penggemar cukup besar. Musik dangdut yang diusung Rhoma Irama tak hanya kaya pengaruh India saja, tapi terdapat pula pengaruh musik rock di dalamnya. Permainan gitar Rhoma kental pengaruh dari permainan gitaris Deep Purple Ritchie Blackmore.

Advertising
Advertising

Pada 1973, Soneta bersama Yukawi Record (yang dijalankan Nomo Koeswoyo) merilis ulang lagu “Begadang”. Lagu tersebut bukan hanya mendapat banyak penikmat, tapi juga mengembalikan posisi orkes Melayu yang mulai tenggelam oleh musik pop.

“Sukses besar yang diraih Oma Irama bersama Soneta Group membawakan lagu ‘Begadang’ yang dirilis Yukawi tahun 1973, justru membuat demam dangdut mulai menjangkit kembali. Akibat yang nyata, irama Melayu memperoleh predikat yang tepat yaitu dangdut –sebuah istilah yang dirujuk dari efek suara gendang yang menjadikan irama ini memiliki ciri khas karena mengundang orang untuk bergoyang,” tulis Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia.

Kesuksesan “Begadang” melambungkan nama Soneta dan Rhoma sebagai leader-nya. Kesuksesannya kian lengkap dengan rilisnya film dengan judul yang sama yang dimainkan Rhoma Irama bersama Yatie Octavia. Rhoma memang rajin membuat film dengan dirinya sebagai pemeran utama.

Popularitas Rhoma begitu tinggi. Pada pertengahan 1970-an, Soneta seperti juga God Bless, punya massa penonton yang banyak dan loyal. Oleh karena itu, para politisi pun memanfaatkannya.

“Dangdut memainkan peran dalam pemilihan umum sejak 1977, ketika artis-artis dilibatkan dalam kampanye pemerintah,” catat Andrew N. Weintraub dalam Dangdut Stories: A Social and Musical History of Indonesia’s Most Popular Music.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang –berdiri pada 5 Januari 1973 sebagai gabungan dari Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti memanfaatkan Rhoma. Beruntunglah PPP, karena Rhoma bersama mereka. Dapat Rhoma berarti dapat Soneta sekaligus. Mengajak Rhoma sebagai juru kampanye dalam Pemilu 1977 setidaknya bisa membantu PPP dalam mengumpulkan massa di lapangan kampanye. PPP dalam Pemilu 1977 berhasil unggul di Jakarta Raya.

“Sosoknya sendiri mungkin sudah menjadi pesan kampanye, sebab sudah terpeta dalam referensi massa. Massa tidak perlu mendengar ucapan Rhoma Irama, cukup melihat kehadirannya di panggung. Sound system yang suak sekalipun, tidak jadi soal,” catat Ashadi Siregar dalam Media Massa: Sketsa-Sketsa.

Rhoma nyaman di PPP. Rhoma suka dakwah dan PPP adalah tempat yang baik untuk berdakwah. Keberadaan Rhoma di PPP serta menangnya PPP di Jakarta membuat orang-orang Golongan Karya (Golkar) makin gelisah. Apalagi Golkar pada Pemilu 1977 menang di tingkat nasional lagi seperti di tahun 1971, meski anehnya keok di ibukota.

Hubungan Rhoma dengan rezim Orde Baru pun tidak mesra. Anas Syahrul Alimi dan Muhidin M. Dahlan dalam 100 Konser Musik Indonesia menyebut pada 1977 Rhoma menolak bergabung ke Golkar dan memilih bersama PPP. Rhoma pun dicekal hingga sulit mendapatkan izin konser. Sebagai “balasan”, Rhoma yang tercekal pada 1978 menciptakan lagu “Hak Azasi”.

Meski jarang manggung dari 1977 hingga 1988, Rhoma dan Soneta tetap diingat oleh mereka yang berjoget dalam konser atau kampanye PPP. Orang-orang masih mengingat lagu-lagunya. Namun film-film Rhoma jalan terus.

Relasi “panas” Rhoma dengan rezim Orde Baru dan Golkar membaik justru di tahun-tahun terakhir Orde Baru. Sekitar 1997, Rhoma akhirnya mau merapat ke Golkar.

TAG

sejarah-pemilu rhoma irama

ARTIKEL TERKAIT

Siapa Dia Ketua Pemilu 1955? Untuk Golkar dari Eddy Sud Jalan Try Sutrisno ke Kursi RI 2 PDI Masukkan Seniman ke Parlemen Ada Ali di Tiap Pemilu Orba Amirmachmud Larang PKI Ikut Pemilu Antara Perempuan dan Politik Supeni, Perempuan di Balik Kemenangan PNI Perempuan dalam Pemilu Pertama Saling Hajar Masyumi-PKI