Masuk Daftar
My Getplus

PDI Masukkan Seniman ke Parlemen

PDI memasukkan Sophan Sophian dan Guruh Sukarno Putra ke DPR. Jauh sebelum PAN dan Demokrat bawa model dan artis ke senayan.

Oleh: Petrik Matanasi | 12 Jun 2023
Megawati Sukarnoputri bersama para penari Gandrung asal Banyuwangi (Dokumentasi PDIP)

Pemilihan umum (Pemilu) 2024 tinggal hitungan bulan. Berbagai pihak yang akan mengikutinya telah mulai bermanuver untuk mendapatkan simpati rakyat. Partai politik, misalnya, mulai intens melalukan lobi-lobi politik dan melancarkan berbagai manuver. Salah satunya menarik artis untuk dijadikan anggota guna menarik sebanyak mungkin suara rakyat.

Pelibatan artis sebagai anggota partai bukanlah hal baru. Itu telah dimulai oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada masa Orde Baru.

Partai Demokrasi Indonesia adalah hasil fusi partai-partai berhaluan nasionalis dan menampung kelompok Katholik dan Kristen di dalamnya. Sepanjang Orde Baru, partai ini selalu berada di urutan ketiga dalam Pemilu baik dalam nomor urut maupun perolehan suara. Padahal, satu elemen utamanya yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah juara pertama Pemilu 1955.

Advertising
Advertising

PDI harus bertahan di tengah kuatnya Golongan Karya (Golkar) yang dimanja rezim. Dalam Pemilu 1992, PDI meraih 14,5 juta suara hingga bisa menempatkan 56 kursi di DPR RI (pusat). Kursi-kursi itu ditempati oleh antara lain Taufiq Kiemas, Megawati Sukarnoputri, Muhammad Guruh Irianto Sukarno Putra, dan Sophan Sophian.

Taufiq Kiemas dan Megawati Taufiq Kiemas merupakan pasangan suami istri. Megawati dikenal sebagai putri dari mendiang Presiden Sukarno. Kala itu Megawati baru beberapa tahun aktif bergelut di politik. Meski terkesan pendatang baru, Megawati sangat merepotkan penguasa.

Guruh juga adalah putra dari mendiang Presiden Sukarno sekaligus seniman. Buku Kenangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Masa Keanggotaan 1992-1997 menyebut Guruh jadi anggota PDI sejak 1991 dan terpilih di Daerah Pemilihan Jawa Timur. Dia dilantik sebagai anggota dewan pada 1 Oktober 1992.

Sophan Sophian termasuk politisi PDI yang cukup dikenal pada era 1990-an. Ia terpilih di daerah pemilihan Jawa Barat. Dia dikenal sebagai pemain film. Masa kejayaannya di dunia hiburan terjadi di era 1970-an. Sophan dikenal sebagai pasangan Widyawati, baik dalam cerita film-filmnya maupun di dunia nyata.

Ketika remaja di tahun 1950-an, Sophan sudah bermain band dengan Tonny Koeswoyo, sebelum Tonny membentuk Koes Plus.  Sejak 1969, Sophan sudah terjun bermain film. Lalu sejak 1975, mulai menjadi sutradara film. Di antara film terkenalnya adalah Pengantin Remadja, Jinak-jinak Merpati, Bung Kecil, Letnan Harahap, dan Ayu dan Ayu.

Pria kelahiran Makassar 26 1944 ini punya darah politik dari ayah dan kakeknya dari pihak ibu. Ayahnya, Manai Sophian, yang pernah jadi duta besar RI di Eropa Timur, adalah politisi PNI. Sebelum jadi politisi PNI, Manai yang merupakan guru Taman Siswa adalah orang pergerakan di Sulawesi Selatan. Sementara kakeknya, yang bernama Paiso, orang pergerakan yang pernah ikut Partai Komunis Indonesia (PKI) di Makassar.

Pada 1992, PDI tak hanya mendudukkan Sophan sebagai seniman ke parlemen. Guruh Sukarnoputra sendiri sebenarnya seniman yang cukup berpengaruh dalam budaya pop Indonesia. Pada era 1980-an, Guruh dikenal sebagai koreografer tari dan pemuka dari kelompok seni Swara Mahardika.

Pada Awal 1970-an, Guruh dekat dengan band yang pernah diikuti Chrisye, bernama Gipsy. Band ini beranggotakan Keenan Nasution, Gauri Nasution, Oding Nasution, Debby Nasution, dan Chryse. Guruh bersama Gipsy membuat album studio Guruh Gipsy. Di album itu terdapat lagu Smaradhana, Indonesia Maharddhika, Janger 1897 Saka dan Chopin Larung. Juga lagu instrumental yang materinya campuran dari musik Barat dan gamelan Bali.

Sebagai komponis musik pop yang mumpuni dan berkarakter, Guruh pada akhir dekade itu dipercaya menangani musik untuk sejumlah film. Roman Picisan, Gita Cinta Dari SMA, Puspa Indah Taman Hati, dan Ali Topan Anak Jalanan merupakan di antara film-film yang musiknya ditangani Guruh.

Pelibatan seniman ke dalam politik menjadi strategi baru yang diusung ketua PDI Suryadi, yang terpilih pada 1986. Tak hanya mengubah citra partai, pelibatan itu juga untuk menampung aspirasi kelas-kelas yang selama ini terpinggirkan dalam pusaran politik. Dengan begitu, raihan suara pun bisa meningkat.

Strategi tersebut mendapat momen pas dengan menyebarnya popularitas musik rock di tanah air. Ada kesamaan misi antara PDI dan musik rock, yakni sama-sama menyuarakan “mereka” yang terpinggirkan. Matching. Soerjadi serius menggarap kaum muda, bahkan berhasil me-metal-kan PDI –mengacu pada genre musik yang populer di kalangan anak muda saat itu sebagai sebuah perlawanan atas kemapanan. Suara PDI pun naik pada Pemilu 1987.

Pada era 1990-an, PDI menjadi partai pelopor yang menjadikan seniman sebagai wakil mereka di DPR. Tapi seniman yang diusung PDI jelas bukan kaleng-kaleng, melainkan seniman yang bisa membuat karya seni bermutu dan tidak mengedapkan popularitas semata.

 

 

TAG

sejarah-pemilu

ARTIKEL TERKAIT

Siapa Dia Ketua Pemilu 1955? Untuk Golkar dari Eddy Sud Rebutan Rhoma Irama Jalan Try Sutrisno ke Kursi RI 2 Ada Ali di Tiap Pemilu Orba Amirmachmud Larang PKI Ikut Pemilu Antara Perempuan dan Politik Supeni, Perempuan di Balik Kemenangan PNI Perempuan dalam Pemilu Pertama Saling Hajar Masyumi-PKI