BULAN Desember 1950 menjadi bulan yang tidak menyenangkan di kota Samarinda dan sekitarnya. Sebuah gerombolan bersenjata, yang menamakan diri Patriot Pantjasila, beraksi di sana. Aksi-aksi mereka menjadi bahan pemberitaan koran-koran di Indonesia, termasuk yang berbahasa Belanda.
Kelompok bersenjata itu dengan berani mengincar aparat bersenjata. Java-Bode tanggal 9 Desember 1950 memberitakan Patriot Pantjasila antara malam tanggal 3 Desember ke dinihari 4 Desember 1950 menyergap aparat yang sedang berpatroli. Di tempat yang sama, aparat lain juga mereka culik. Dalam semalam setidaknya mereka telah menculik tiga aparat pemerintah RI.
Keesokan harinya, 4 Desember 1950, seorang prajurit intelijen militer dan seorang prajurit infanteri dikabarkan hilang. Aksi tersebut tidak berhenti di situ. Malam tanggal 5 Desember 1950, nyali Patriot Pantjasila membesar. Sekitar 10 anggota Patriot Pantjasila dengan berani menyerang sebuah barak polisi di Samarinda. Setelah pertempuran singkat di barak polisi itu, gerombolan Patriot Pantjasila mundur. Tak ada korban jiwa di pihak polisi.
Baca juga: Sejarah Nusantara Bermula di Kutai Kartanegara
Menurut koran De Locomotief (16 Desember 1950) dan Indische Courant voor Nederland (23 Desember 1950), Patriot Pantjasila mulai beraksi pada 20 November 1950. Mereka berambisi melawan prostitusi, perjudian, dan melawan mata-mata Belanda.
Patriot Pantjasila tampak menginginkan keadaan yang berbeda dari yang ada. Mereka ingin sistem swapraja (pemerintahan terdiri), seperti yang ada dalam Kesultanan Kutai, dihapuskan. Pusat Kesultanan Kutai terletak di Tenggarong, sekitar 30 km dari Samarinda. Sultan Kutai kala itu adalah Sultan Parikesit, yang antara 1945 hingga 1949 tidak bersikap keras dalam melawan otoritas NICA. Selain menolak swapraja, Patriot Pantjasila menginginkan didirikannya sebuah koperasi.
Upaya mengajak kelompok Patriot Pantjasila untuk berunding dilakukan pemerintah sekitar 12 Desember 1950. Namun, mereka tak pernah datang.
Baca juga: Kutai Kartanagara pada Zaman Kuno
Pada 14 Desember 1950, Patriot Pantjasila menyerang pos polisi di dekat pelabuhan. Sekitar minggu ketiga bulan Desember 1950 mereka membawa pergi perahu motor milik sultan Kutai, yang di zaman Hindia Belanda termasuk sultan terkaya di Indonesia. Tak hanya perahu saja yang dibawa gerombolan. Camat Tenggarong bernama Mas Patih dan dua polisi juga dibawa kelompok Patriot Pantjasila.
Perahu tersebut lalu ditemukan di Muara Muntai oleh pasukan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI, kini TNI). Jarak Muara Muntai sekitar 89 km dari Tenggarong atau sekitar 120 km dari Samarinda. Di Muara Muntai itu, baku tembak antara APRI dengan gerombolan Patriot Pantjasila juga terjadi. Pengejaran Patriot Pantjasila terus lalu dilanjutkan.
Namun, sekitar 20 Desember 1950 keadaan Samarinda sudah dianggap aman. Penyebabnya antara antara lain anggota Patriot Pantjasila ada yang rela berhenti.
“Jam malam di Samarinda telah dicabut sejak 12 Januari, keamanan di kota telah kembali, karena masalah ‘Patriot Pantjasila’ telah teratasi,” demikian Indische Courant voor Nederland 24 Jan 1951 memberitakan.
Baca juga: Kutai Kartanegara di Era Hindia Belanda
Beberapa anggota Patriot Pantjasila telah ditahan pada Desember 1950. Namun penahanan itu hanya sebentar. Sebab, sebelum tahun baru 1951, mereka sudah melarikan diri. Koran De Nieuwsgier edisi 02 Januari 1951 memberitakan bahwa Jumat malam 29 Desember 1950, 16 tahanan dari Penjara Samarinda melarikan diri. Dari 16 pelarian itu, 11 di antaranya adalah anggota Patriot Pantjasila. Seperti kebiasaan sebelumnya, mereka lari dengan membawa aparat yang mereka temui. Mereka diperkirakan kabur ke pedalaman Kalimantan Timur, tempat teraman untuk bersembunyi kelompok tersebut.
Beberapa tahun kemudian, di Banjarmasin terjadi penangkapan anggota Patriot Pantjasila. Indische Courant voor Nederland tanggal 23 Januari 1954 menyebut ada laporan bahwa pemimpin Patriot Pantjasila bernama Idjuh tertangkap di ibukota Kalimantan Selatan itu. Dalam penangkapan itu, beberapa anggota kelompok tersebut ada yang kabur namun di antaranya tertembak. Laporan itu menyebut bahwa polisi menyita senjata api dan granat. Istri Idjuh juga diamankan.*