HINGGA saat ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI membutuhkan dana hingga Rp200 miliar untuk merampungkan pembangunan delapan museum, termasuk Museum PDRI. Sejak digagas enam tahun lalu, museum di Koto Tinggi, Gunung Omeh, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat itu tak kunjung selesai dibangun.
“Kalau dikasih 200 milyar pasti selesai. Kemarin ada pembahasan, alokasi 2017 sudah dikasih, belum ada jadwal menyelesaikan semua,” ujar Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto, ketika ditemui di kantornya.
Ia menjelaskan, anggaran untuk pembangunan museum per tahunnya tak mencukupi untuk menyelesaikan semuanya. Untuk Museum PDRI, rencana anggarannya memang tak sedikit. Rencana anggaran proyek ini mencapai Rp85 milyar. Di samping lokasinya yang jauh, volume bangunannya juga besar. Sampai kini, pemerintah baru berhasil mewujudkan 50 persen bangunannya.
“Semua museum per tahun, nggak bisa multiyear. Dana dibagi-bagi ke museum lain. Idealnya museum buatnya satu tahun selesai. Tapi kan nggak, kita sharing,” terangnya.
Terkait pengerjaan Museum PDRI, berdasarkan data Ditjen PCBM, pihaknya telah mengucurkan dana hingga Rp44 milyar. Pembangunannya dimulai sejak 2012, didahului dengan penyusunan rencana induk hingga seminar nasional, baik di Padang maupun di Jakarta, pada 2012. Setahun setelahnya, prosesnya diserahkan kepada Pemkab Lima Puluh Kota.
Pekerjaan fisik museum dimulai pada 2013 dengan anggaran sebesar Rp20 milyar. Waktu itu yang dikerjakan adalah pematangan lahan, membuat auditorium, yaitu bagian pondasi, lantai, dan kolom setinggi 6 meter, membuat pondasi, lantai, kolom lantai untuk museumnya, serta pekerjaan turab. Dari web Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Pemkab Lima Puluh Kota, diketahui pekerjaan konstruksi dilakukan oleh PT. Delima Agung Utama.
Pada 2014, pembangunan tahap kedua dilanjutkan dengan anggaran mencapai Rp10 milyar. Lelang pekerjaan konstruksi tahun ini dimenangkan oleh PT. Tasya Total Persada. Pekerjaan yang dilakukan melanjutkan pembangunan auditorium dan museum.
Pembangunan museum masih berlanjut pada 2015, dengan anggaran sebesar Rp12,5 milyar. Pekerjaan konstruksinya dilakukan oleh PT. Betania Prima. Pada tahap ketiga pekerjaan ini, masih melanjutkan membangun bagian auditorium, rangka atap, dan penutup atap.
Pada 2016 tidak ada pelaksanaan fisik karena terjadi penghematan (Self bloking) sebesar Rp 8,5 milyar. Pekerjaan yang dilakukan adalah meninjau kembali (review) detail engineering desaign (DED). Alasannya, perencanaan yang telah ada dinilai sangat umum. Beberapa pekerjaan tak dijabarkan detil.
“Pekerjaan itu baru diserahterimakan pada 26 Oktober 2016, sehingga tidak cukup waktu untuk lelang dan pelaksanaan fisik,” tulis keterangan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) PCBM tahun 2016. Pada tahun-tahun sebelumnya, lelang biasanya dilakukan di pertengahan tahun, sekira Juni-Juli oleh Pemkab.
Dalam laporan itu dijelaskan pula keterlambatan pekerjaan perencanaan DED ini disebabkan terlambat datangnya dokumen konsep awal dari pemenang sayembara.
“Masalah dokumen perencanaan, kami melakukan diskusi, rapat dengan pemenang sayembara dan PT. Hardja Moekti Consultant,” tulis laporan itu.
Pada 2017, pekerjaan fisik tak dilakukan juga. Pemkab Lima Puluh Kota menyatakan diri tak sanggup melanjutkan pembangunan. Karenanya, anggaran sebesar Rp5 milyar dialihkan pada pembangunan museum lainnya.
“Tiap tahun ada alokasi, kecuali 2017 kemarin dikembalikan lagi ke kami, karena (Pemkab, red.) nggak sanggup. Nggak tau, ini ada masalah internal jadi dioper ke propinsi,” jelas Harry.
Terakhir, pada 2018 berdasarkan publikasi laman Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah, Direktorat Perencanaan dan evaluasi pengadaan (Sirup LKPP), pembangunan fisik Museum PDRI dilanjutkan. Tercantum di sana dana sebesar Rp5 milyar telah dianggarkan oleh Kemendikbud.
“Jadi, museum PDRI tidak terlantar. Diteruskan,” tegas Harry.
Baca juga:
Mangkraknya Museum Kami
Museum PDRI Riwayatmu Kini
Menanti Museum PDRI yang Tak Kunjung Berdiri