Masuk Daftar
My Getplus

Hari-hari Pangeran Paribatra di Jawa

Dibuang dari negerinya, pangeran Thailand "mengasingkan diri" ke Jawa. Tetap menjadi orang yang dihormati dan dikenal.

Oleh: Petrik Matanasi | 27 Mei 2024
Upacara pelepasan jenazah Paribrata Sukhumbandhu di Lanud Andir (kini Husein Sastranegara), Bandung. (Arsip Nasional Belanda/Wikipedia.org)

SEBUAH kudeta tak berdarah terjadi pada 24 Juni 1932 di Siam (kini, Thailand). Menteri Dalam Negeri Kerajaan Siam Pangeran Paribatra Sukhumbandhu (1881-1944) termasuk pejabat yang ditangkap dalam kudeta tersebut. Meski tak berdarah, kudeta itu berhasil mengakhiri absolutisme Dinasti Chakri yang berkuasa di Siam. Raja Siam Prajadhipok lalu menandatangani konstitusi baru. Setelah kudeta, raja dan keluarganya diperbolehkan tinggal ke istana.

Kudeta itu membuat hidup Pangeran Paribatra berubah. Bangsawan yang ketika kudeta terjadi sedang menjabat sebagai menteri dalam negeri –sebelumnya pernah menjadi kepala staf militer, panglima angkatan laut, menteri angkatan laut, menteri angkatan darat, menteri pertahanan– dan anggota Dewan Penasihat Raja ini harus terusir dari Kerajaan Siam.

“Pangeran Paribatra menjadi Menteri Dalam Negeri di bawah Rama VII, Raja Prajadhipok. Pangeran Paribatra adalah salah satu orang terkuat di kerajaan sebelum Revolusi Siam tahun 1932. Akibatnya, pengaruh Pangeran Paribatra dianggap sebagai ancaman potensial oleh Khana Ratsadon (Partai Rakyat) yang mengorganisir kudeta tahun 1932 yang mengakhiri monarki absolut di Siam,” tulis Charnvit Kastsiri dalam Thailand: A Struggle for the Nation.

Advertising
Advertising

Baca juga: Thailand Satu Negara Dua Kerajaan

Mulanya, Pangeran Paribatra diperbolehkan pulang ke istananya. Namun, seperti diberitakan Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 5 Juli 1932, Pangeran Paribatra dan keluarganya pada 4 Juli 1932 berencana meninggalkan Siam. Disebutkan bahwa mereka akan pergi ke Eropa. Namun pada tahun berikutnya, Paribatra malah berada di Jawa.

Pangeran Paribatra tinggal di Cipaganti, Bandung. Pangeran berusia lebih dari setengah abad itu hidup bersama anak-istri dan juga tanaman-tanamannya di Bandung. Konon, dia ahli soal tanaman.

Meski hidupnya seperti orang buangan yang dilarang pulang ke negerinya, di Jawa yang sejatinya tempat pembuangannya dia hidup di kalangan kelas atas. Tak ada larangan baginya untuk meninggalkan rumahnya di Cipaganti. Dia diperbolehkan bepergian di wilayah koloni kerajaan Belanda bernama Hindia Belanda ini. Dia terlihat seperti seorang pensiunan yang disegani di Jawa.

Baca juga: Sistem Politik Thailand Antara Monarki dan Demokrasi

Pada Senin (29 Mei 1933) pagi, Pangeran Paribatra berada di Malang, Jawa Timur. De Indische Courant tanggal 30 Mei 1933 memberitakan bahwa selama di Malang, Paribatra tinggal di Hotel Istana. Dalam pelesirannya itu dia melihat candi-candi tinggalan Kerajaan Singosari yang cukup banyak di Malang. Paribatra sebenarnya juga tertarik untuk mengunjungi museum barang antik yang mengoleksi banyak benda peninggalan masa kejayaan seni Hindu-Jawa yang juga berada di Malang. Namun terbatasnya waktu membuat niat sang pangeran tidak terwujud.

Selama di Malang, Paribatra sempat bertemu seorang warga Malang yang pernah ditemuinya di Bangkok. Dia adalah Dokter LS von Romer, yang dikenal pangeran dalam kongres kedokteran tahun 1922 di Bangkok.

Pangeran Paribatra pernah berkunjung ke Medan pula di masa pembuangannya. Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 30 Januari 1934 menyebut Paribatra bersama beberapa orang terdekatnya pergi ke sana untuk bertemu dengan pasangan bangsawan Kerajaan Siam lain yang singgah di Medan dan hendak menuju Eropa. Summon nama orang yang dikunjunginya itu.

Baca juga: Mahalnya Harga Patung Gajah di Museum Nasional Pemberian Raja Thailand

Seperti bangsawan Siam yang mewakili negerinya di negeri lain, Pangeran Paribatra juga berlaku demikian. Soerabaijasch Handelsblad edisi 26 Mei 1937 memberitakan rencana kunjungan Pangeran Paribatra bersama keempat putrinya ke Yogyakarta dan Surakarta. Pada 3 dan 4 Juni, rombongan keluarga bangsawan Siam itu akan mengunjungi Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam di Yogyakarta dan pada 5 dan 7 Juni akan berada di Solo menemui Susuhunan Pakubuwono dan Pangeran Mangkunegaran.

Ketika Pangeran Paribatra yang sudah tua tinggal di Jawa, negaranya berubah nama menjadi Thailand. Pada 1944, di masa pendudukan Jepang, Pangeran Paribatra meninggal dunia di Bandung. Koran De Nieuwsgier tanggal 27 September 1948 memberitakan bahwa Paribatra dimakamkan di permakaman umum kota Bandung.

Setelah Perang Dunia II selesai dan pendudukan Jepang berakhir di Indonesia, ada usulan pemulangan jenazah Pangeran Paribatra ke Negerinya. Koran Het Dagblad tanggal 29 September 1948 menyebut Pangeran Chumohot mewakili Kerajaan Thailand terkait pemakaman kembali mendiang Pangeran Paribatra itu. Tentara pendudukan Belanda mendukung kegiatan tersebut. Para pejabat sipil Belanda pun hadir di sana.*

TAG

thailand

ARTIKEL TERKAIT

Daeng Mangalle dan Konspirasi Melawan Raja Thailand Selayang Pandang Tim Gajah Perang Arena Sejarah Kun Khmer "Kembaran" Muay Thai Aryono, Ayutthaya, dan Adelaide: Testimoni untuk Aryono Kala Budak Dibebaskan Dari Merpati Putih untuk Gajah Putih Kisah Panji di Thailand Jenderal Nasution Mengucapkan Selamat Hari Natal Musuh Napoleon di Waterloo Hina Diponegoro Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun