Masuk Daftar
My Getplus

Gubernur Jawa Barat Menolak Beras Belanda

Kendati rakyatnya kelaparan, Soetardjo tidak sudi menerima bantuan pangan dari pihak musuh.   

Oleh: Martin Sitompul | 25 Agt 2019
Raden Mas Soetardjo Kartoehadikusumo, gubernur pertama Jawa Barat (Agustus-Desember 1945). Sumber: khazanah-arsip.jabarprov.go.id.

IKATAN Mahasiswa Papua di Bandung menggelar aksi solidaritas menyusul aksi polisi menangkap rekan mereka di Surabaya. Di tengah aksi, oknum anggota polisi menawarkan dua dus minuman kepada mereka. Polisi berdalih pemberian itu merupakan minuman penyegar. Setelah dibuka ternyata isinya minuman keras jenis wiski. Kontan saja mahasiswa Papua menolaknya. Selain dianggap merendahkan, bisa jadi minuman keras itu bermotif  jebakan .

Modus serupa juga pernah dialami Gubernur Jawa Barat pertama, Soetardjo Kartohadikoesumo. Saat itu, iming-imingnya adalah beras. Pada September 1945, ketika tentara Sekutu menduduki Jawa Barat, krisis pangan tengah melanda. Keadaan rakyat yang kesulitan mendapat bahan makanan terpantau oleh Sekutu dan Belanda.

“Waktu itu di negeri kita terjadi kekurangan beras. Belanda dengan perantaraan pimpinan tentara Sekutu menawarkan pemberian beras dengan gratis dalam jumlah yang agak besar,” kenang Soetardjo dalam memoarnya Soetardjo: “Petisi Soetardjo” dan Perjuangannya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Gubernur di Tengah Operasi Anti Mata-Mata 

Kendati demikian, Sekutu tidak memiliki otoritas berhubungan langsung dengan rakyat. Untuk itu, mereka membutuhkan perantaraan pemerintah Indonesia. Sebuah kesepakatan lantas ditawarkan kepada pejabat tinggi Republik.

Pembicaraan segitiga antara pemerintah Indonesia, Sekutu, dan Belanda digelar. Pertemuan berlangsung di Gedung Merdeka Selatan (sekarang menjadi kantor Pertamina). Pemerintah Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Walikota Jakarta Suwirjo, Ir. Surachman dari Departemen Perekonomian, Mr. Latuharhary dari Departemen Dalam Negeri, dan Soetardjo selaku Gubernur Jawa Barat sekaligus bertindak sebagai juru bicara pemerintah RI.

Belanda melalui juru bicara Sekutu menawarkan pemberian beras secara cuma-cuma. Jumlah itu diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan pangan rakyat. Soetardjo menilai tawaran itu sebagai jebakan politis. Ia menandaskan bahwa bangsa Indonesia sudah merdeka. Maka pemerintah RI-lah yang bertanggung jawab atas nasib rakyat di Jawa Barat.

Soetardjo memutuskan untuk menolak pemberian beras Belanda. Meski tegas, tidak lupa sang gubernur mengucapkan terimakasih atas tawaran niat baik tersebut. Seingat Soetardjo, seorang perwira tinggi Inggris berpangkat mayor jenderal mencoba melobi dirinya. Si Jenderal mempertanyakan apakah Gubernur Soetardjo tidak takut bahaya kelaparan menimpa rakyatnya.

Baca juga: Kisah Sedih Sang Gubernur

Diperkirakan perwira tinggi tersebut adalah Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawtorn. Dia merupakan komandan tentara Sekutu dari Divisi ke-23 British India Army. Sejarawan Frank Palmos dalam  Surabaya 1945: Sakral Tanahku mencatat, Hawtorn ditunjuk oleh Panglima Sekutu untuk Indonesia Letnan Jenderal Sir Philip Christison membawahkan wilayah operasi meliputi  Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.

Soetardjo tidak kalah cerdik. Sambil bergurau dia menimpali, “Bukankah dahulu pemerintah Belanda sendiri mengatakan bahwa rakyat kami, de inlanders, bisa hidup segobang sehari?”

Mendengar jawaban Soetardjo, Sri Sultan Hamengkubuwono IX malah tertawa terpingkal-pingkal. Siapa nyana, di tahun berikutnya situasi berbalik. Pada April 1946, ketika terjadi kelaparan di India, pemerintah Indonesia justru mampu menyumbang 500 ribu ton beras.

 

TAG

Revolusi soetardjo

ARTIKEL TERKAIT

Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno Napoleon yang Sarat Dramatisasi Topi Merah Simbol Perlawanan Rakyat Prancis Mayor Bedjo Kobarkan Api dan Darah di Tapanuli Di Balik Warna Merah dan Istilah Kiri Saatnya Melihat Indonesia dari Beraneka Sudut Pandang Nona Manis di Lapangan Ikada Perang Saudara di Tapanuli