DALAM acara pembagian sertifikat lahan di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (23/10/2018), Presiden Joko Widodo menyebut “politikus sontoloyo” untuk cara-cara politik yang tidak beradab, tidak beretika, tidak bertata krama Indonesia. Cara-cara politik adu domba, memfitnah, memecah belah hanya untuk merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
Kata “sontoloyo” pun ramai diperbincangkan di media sosial. Lema ini mengingatkan pada tulisan Sukarno berjudul “Islam Sontoloyo” di Majalah Pandji Islam pada 1940. Tulisan itu lahir setelah Sukarno membaca berita kriminal di suratkabar Pemandangan, 8 April 1940. Berita itu tentang seorang guru agama yang dijebloskan ke penjara karena memperkosa salah seorang muridnya. Melalui tulisannya, Sukarno menegaskan bahwa guru agama itu sontoloyo, bukan Islamnya yang sontoloyo.
Baca juga: Sukarno bilang "Islam Sontoloyo"
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sontoloyo artinya konyol, tidak beres, bodoh. Mengenai asal usulnya, wikipediawan pencinta bahasa Indonesia Ivan Lanin menerangkan, “saya belum menemukan sumber yang sahih, tetapi konon kata ini mulai dipakai sebagai kata makian (kasar) pada sekitar 1935 sebagai pelesetan dari ‘kontol loyo’ (kontol = alat kelamin laki-laki; loyo = lemah sekali).”
Menurut Ivan, ada rujukan lain yang mengatakan “sontoloyo” berarti “gembala bebek” dalam bahasa Jawa. Berdasarkan hal ini, ada yang beranggapan bahwa arti kata ini sebagai kata makian tercetus saat kesal menunggu sang gembala mengangon bebeknya dengan lamban.
“Ada komentar di IG (saya), katanya arti gembala bebek dipakai di daerahnya, Brebes,” kata Ivan. Dan Brebes dikenal sebagai sentra peternakan bebek.
“Saya belum tahu daerah mana lagi di Jawa yang memakai makna ini,” kata Ivan, “tetapi suatu kata bisa saja dimaknai berbeda dalam bahasa yang berbeda.”
Baca juga: Asal usul kata indehoy
Sementara itu, Philip Yampolsky dalam “Music on Dutch East Indies Radio in 1938: Representations Unity, Disunity, and The Modern,” mencatat bahwa Koesbini menyanyikan lagu keroncong berjudul Sontolojo di radio NIROM Surabaya pada 1938.
Menurut Philip, sontolojo mungkin terkait dengan Jawa Timur. Sebab, sebuah komposisi gamelan Jawa Timur dengan judul ini diperdengarkan tiga kali pada 1938 dalam siaran musik gamelan Jawa Timur oleh NIROM, sanggar studio Surabaya (klenengan dari Studio Nirom meloeloe gending2 Djawa Timoer).
“Lagu yang dibawakan oleh The Melody Band itu bisa jadi secara musikal terkait dengan melodi Jawa Timur (atau ke Jawa Tengah Ladrang Sontoloyo), atau bisa saja hanya meminjam judul. Perhatikan bahwa dalam siaran lain oleh The Melody Band, Koesbini menyanyikan Krontjong Gembala Sontolojo, yang mungkin adalah lagu yang sama dengan Sontolojo,” tulis Philip termuat dalam Sonic Modernities in the Malay World.
Philip menyebut Ladrang Sontoloyo –ladrang adalah salah satu bentuk komposisi karawitan. Ladrang Sontoloyo, menurut Ensiklopedi Wayang Indonesia: Jilid 1, diciptakan pada masa pemerintahan Paku Buwana V yang hanya bertakhta tiga tahun. Jadi, sejauh ini sumber tertua yang menyebut kata “sontoloyo” berasal dari tahun 1820-1823.
Sumber lain, dalam Bahasa dan Budaja Vol. 1-3 (1952), disebutkan kemungkinan akar kata sontoloyo: “ada sebuah kata yang belum tahu bagaimana bentuknya yang asli, ialah nama gending Sontolojo dengan kalimat permulaan Sontolojo, angon bebek ilang loro. Mungkinkah cantalaya (tempat ketenangan) asalnya?”