Masuk Daftar
My Getplus

T.D. Pardede, Raja Tekstil dari Medan

Di masa pendudukan Jepang menjadi orang terkaya di Tapanuli. Di era Sukarno menjadi satu-satunya menteri berdikari.

Oleh: Martin Sitompul | 23 Nov 2017
T.D. Pardede sewaktu menjabat Menteri diperbantukan pada Menko Perindustrian Rakyat urusan Berdikari, 1965.Foto: Repro buku Pengusaha Mandiri Pejuang Berani

Sekali waktu di masa akhir kekuasaannya, Presiden Sukarno mengalami kesulitan keuangan. Si Bung Besar lantas memanggil Mangil Martowidjojo. Diperintahkannya sang ajudan itu mengundang T.D. Pardede ke Istana.

“He, Pardede, aku butuh duit untuk bayar utang dan beli cat,” kata Sukarno.

Pardede lalu memberi Sukarno $1000 sembari menanyakan apakah jumlah tersebut masih kurang.

Advertising
Advertising

“Wah, banyak amat,” jawab Sukarno. Dia kemudian hanya mengambil seperlunya.

Kejadian itu membekas di hati Pardede. Kepada Mangil, Pardede berujar keheranan, “Ternyata Bung Karno telah minta duit sama aku,” sebagaimana ditulis Mangil dalam memoarnya, Kesaksian tentang Bung Karno, 1945—1967. Menurut Mangil, Pardede yakin tuduhan orang bahwa Sukarno koruptor sama sekali tak benar.

T.D. Pardede, pengusaha Batak ternama. Namanya pernah tercatat sebagai salah seorang konglomerat tersukses di Indonesia. Kerajaan bisnisnya meliputi berbagai sektor: perkebunan, transportasi, perikanan, tekstil, hingga perhotelan. Sebagian masih bertahan hingga kini.

Kuli Kebun menjadi Taipan Tapanuli

Balige, kota kecil tak jauh dari Danau toba. Disitulah Tumpal Dorianus Pardede lahir, 16 Oktober 1916. Pardede merintis usahanya di usia muda pada masa kolonial Hindia Belanda.

Mengawali kariernya sebagai buruh kasar di perkebunan sisal (tumbuhan serat yang diolah jadi tali) milik tuan kebun Belanda di Dolok Ilir, Simalungun. Di sana, Pardede diupah 38 sen sehari. Menyaksikan kehidupan kuli kebun yang sengsara dan nestapa membuat Pardede membatin.

“Tunggu kau (Belanda). Kita suatu waktu mesti lebih dari kau,” celoteh Pardede dalam majalah Eksekutif, No. 11, Mei 1980.

Kariernya menanjak, pindah dari satu kebun ke kebun lain. Dari buruh lepas harian, Pardede naik tingkat menjadi kerani (juru tulis) setara administratur. Juragan Belanda bahkan mempercayakannya mengurusi perkumpulan sepak bola dan pasar malam. Kehidupan kebun terhenti tatkala bala tentara Jepang datang.

Kembali ke Balige, Pardede beralih profesi jadi pedagang keliling. Produk utama dagangan Pardede adalah gula batak (gula merah) dan garam. Gula dan garam diambil dari Sibolga dan Tapanuli Utara kemudian dijual di Siantar dan Medan. Dari kampung ke kampung lintas kabupaten, Pardede menjajakan dagangannya. Sementara istrinya, Hermina boru Napitupulu mengelola lapo (warung) tuak dan rokok tradisional.

“Dari situlah saya jadi banyak uang, sehingga di jaman Jepang, yang dibilang paling kaya di Tapanuli, saya lah itu,” kata Pardede dikutip Eksekutif. Di Tapanuli, Pardede tercatat sebagai pemegang monopoli perdagangan gula merah dan garam.

Kebolehannya sebagai pedagang ulung diwakafkannya ketika perjuangan revolusi mempertahankan kemerdekaan. Pardede tergabung dalam laskar Pesindo yang bergerak di bidang logistik. Pardede diangkat sebagai Letnan I (Lettu). Tugasnya antara lain membawa beras dari Tapanuli ke Pekanbaru, dan pulangnya membawa pakaian. Kegiatan barter ini cukup sukses dalam mencukupi kebutuhan pejuang dan tentara.

Pardedetex

Setelah pengakuan kedaulatan, Pardede pensiun dini dari dinas ketentaraan. Pindah ke kota Medan, dia membuka bisnis baru di bidang sandang. Alasannya sederhana. Selepas perang kemerdekaan, Pardede menyaksikan orang-orang-orang di mana-mana menggunakan singlet (pakaian dalam laki-laki).

Pada 1953, Pardede dengan 40 karyawannya mendirikan pabrik perajutan “Kniting Factory T.D. Pardede”. Pabrik rajutan Pardede memproduksi kaus singlet yang diberi label cap “Surya”. Pada 1958, Pardede mengembangkan bisnis tekstilnya dengan membuka pertenunan “Hisar Sakti” yang memproduksi selimut. Produk pabrikan Pardede menguasai pasaran seluruh Indonesia. Industri tekstil Pardede kian maju dengan didirikanya pabrik pemintalan benang.

Pabrik tekstil Pardede kemudian dipindahkan ke luar kota Medan, yang berjarak 10,8 km ke arah kota Binjai yang dijadikan kawasan khusus industri Pardedetex. Sebanyak 3.000 karyawan ditampung di kompleks Pardedetex. Di komplek itu pula Pardede membangun kesebelasan sepakbola nya dengan nama sama, Pardedetex.

Memasuki 1960-an, Pardedetex termasuk salah satu pabrik tekstil terbesar di Indonesia dengan nilai aset saat itu bernilai $ 3 juta.

Menteri Berdikari

Reputasi Pardede sebagai raja tekstil dari Medan terdengar hingga Jakarta. Selain itu, Pardede juga dikenal sebagai kader senior PNI di Sumatera Utara. Namanya menjadi sorotan pemerintah pusat ketika terjadi gerakan PRRI melanda daerah-daerah luar Jawa. Di masa penuh pergolakan itu, Pardede berada di belakang pemerintah dan memberikan banyak bantuan.

Menurut Abdul Haris Nasution yang saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Pardede adalah tokoh penting daerah Sumatera Utara yang mesti dirangkul pemerintah. “T.D. Pardede yang dewasa itu telah jadi pengusaha terkemuka, haruslah diajak bekerja sama,” ujar Nasution dalam “Sahabat dalam Perjuangan” termuat di kumpulan tulisan Pengusaha Mandiri Pejuang Berani: 75 Tahun Dr. T.D. Pardede suntingan Samuel Pardede.

“Pardede menjadi salah satu tokoh andalan kami di daerah ini untuk mendukung loyalitas daerah terhadap pusat,” ungkap Nasution.

Loyalitas Pardede tak hanya berkutat di Sumatera Utara. Ketika pemerintah memperjuangkan integrasi Irian Barat (kini Papua), ratusan instruktur Uni Soviet didatangkan untuk melatih pilot Indonesia mengoperasikan pesawat bomber TU-16. Pemusatan latihan dilakukan di Sarangan, kawasan yang dingin di kaki Gunung Lawu, Madiun. Karena kekurangan biaya, TNI AU tak mampu menyediakan selimut. Atas permintaan Nasution, Pardede segera mengirimkannya dalam jumlah besar dari pabriknya di Medan.

Berada di pusaran kekuasaan, Pardede pun merapat kepada Sukarno. Pada Juni 1965, Pardede menjadi pejabat pemerintah pada Kabinet Dwikora. Presiden Sukarno mengangkatnya sebagai Menteri Perindustrian Rakyat urusan Berdikar diperbantukan kepada Menteri Kordinator Perindustrian Rakyat.

“Pardede adalah pendukung finansial terpercaya Sukarno,” tulis Masashi Nishihara dalam Sukarno, Ratna Sari Dewi & Pampasan Perang.

TAG

Pengusaha Tokoh-Batak td pardede

ARTIKEL TERKAIT

Jatuh Bangun Teuku Markam Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Cerita Bob Hasan di Nusakambangan Slamet Sarojo, Polisi Jadi Pengusaha Sidang Terbuka Jusuf Muda Dalam Menggeruduk Rumah Penggede Orde Lama Tajir Melintir Teuku Markam Filosofi Bisnis T.D. Pardede Alkisah Senjata Berludah Ketika Hoegeng dan Teuku Markam Bersitegang