Masuk Daftar
My Getplus

Akhir Pertempuran Surabaya

Setelah 23 hari, tentara Inggris baru bisa keluar dari “neraka” di timur Jawa.

Oleh: Hendi Jo | 03 Des 2017
Seorang tentara Inggris tengah beraksi di Surabaya pada November 1945. (IWM).

SENIN, 3 Desember 1945. Langit Surabaya masih berwarna kelabu karena asap gedung-gedung terbakar. Bau mesiu tercium menyengat. Di tengah kota yang porak poranda, pasukan infanteri Inggris bergerak perlahan. Mereka menduduki tempat-tempat strategis sejengkal demi sejengkal.

“Pasukan Indonesia hanya bisa diusir dari Surabaya setelah pengeboman artileri dan penembakan meriam dari kapal perang secara besar-besaran,” ungkap Mayor R.B. Houston dari Batalyon Gurkha Rifles ke-10 dalam What Happened in Java; History of the 23rd Division.

Kendati kekuatan tempur para pejuang Indonesia sudah mundur ke wilayah-wilayah sekitar Surabaya, namun kondisi keamanan di kota tersebut belum sepenuhnya pulih. Menurut Moekajat, para penembak runduk (sniper) masih menempati gedung-gedung tersembunyi dan kerap mengganggu pergerakan pasukan Inggris saat memasuki kota.

Advertising
Advertising

“Banyak serdadu Inggris yang mati karena tembakan para sniper kita itu,” ujar eks veteran Pertempuran Surabaya tersebut.

Baca juga: Bintang perang dalam Pertempuran Surabaya

Penyelundupan para pejuang ke Surabaya pun masih berlangsung secara diam-diam. Mereka yang sebagian besar berasal dari kesatuan-kesatuan PRI (Pemoeda Republik Indonesia) itu menjalankan aksi-aksi gerilya kota secara sendiri dan nyaris tanpa koordinasi dengan pasukan Indonesia lainnya.

“Mereka bangga merasa dapat mempermainkan pasukan Inggris, yang dari segi keperkasaannya jauh lebih menonjol,” ujar Des Alwi dalam Pertempuran Surabaya November 1945.

Militer Inggris sendiri sudah menghentikan sama sekali aksi bombardir dan penembakan artileri sejak hari Minggu, 2 Desember 1945. Menurut Frank Palmos dalam Surabaya 1945: Sakral Tanahku, sekira 15 ribu orang Indonesia meninggal akibat aksi militer tentara Inggris tersebut. Dari pihak Inggris sendiri diperkirakan 1200 prajurit gugur (termasuk dua jenderal) dan ratusan lainnya hilang atau melakukan aksi pembelotan ke kubu lawan.

Baca juga: Tiga versi peristiwa Rapat Raksasa di Tambaksari Surabaya

Dalam catatan Inggris sendiri, Pertempuran Surabaya disebut sebagai pengalaman tempur terberat pasca Perang Dunia II. Dalam surat kabar New York Times edisi 15 November 1945, para serdadu Inggris menjuluki “The Battle of Soerabaja” sebagai inferno atau neraka di timur Jawa.

Palmos menyatakan keterlibatan Inggris di Indonesia pasca menyerahnya Jepang merupakan suatu “kecelakaan”. Itu terjadi selain adanya sikap meremehkan pihak Inggris terhadap daya juang orang-orang Indonesia, juga karena kecerobohan pihak intelijen Belanda yang memberikan informasi keliru sekitar situasi Indonesia pasca berakhirnya Perang Dunia II.

Heroisme Pertempuran Surabaya berpengaruh besar kepada daerah-daerah lainnya di Indonesia. Di beberapa titik wilayah Jawa lainnya, tentara Inggris harus menghadapi perlawanan-perlawanan yang tak kalah sengit dari Surabaya.

Baca juga: Para pemuda yang memegang senjata berat dalam Pertempuran Surabaya

Dalam buku The Fighting Cock, Being the Story of the 23rd Indian Division 1942-1947 karya Latnan Kolonel A.J.F. Doulton, dilukiskan bagaimana tentara Inggris yang sejatinya sudah lelah berperang harus bekerja keras kembali menghadapi orang-orang Indonesia di Semarang, Ambarawa, Batavia, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Ciranjang dan Bandung serta beberapa tempat di wilayah Sumatera.

“Kami seolah harus memasuki sebuah gudang mesiu yang siap meledak,” ujar Doulton.

Pihak Inggris mulai mencari jalan keluar. Pada 15 November 1946, Lord Killearn, Komisioner Istimewa di Asia Tenggara (1946-1948) yang pernah ditugaskan secara khusus oleh pemerintah Inggris menyelesaikan persoalan-persoalan Inggris di Indonesia, menulis di buku hariannya bahwa membiarkan tentara Inggris bercokol lebih lama di Indonesia adalah suatu tindakan bunuh diri.

“Jalan bijak yang harus kita ambil adalah meninggalkan tempat itu secepat mungkin,” tulis Killearn seperti dikutip Palmos.

TAG

Surabaya 10 november 10november1945 10november2020 hari pahlawan haripahlawan2020

ARTIKEL TERKAIT

Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Perjuangan Pasangan Sutomo dan Sulistina dalam Masa Revolusi Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Goresan Tinta Seniman Australia Merekam Revolusi Kemerdekaan Abdullah Mengayuh Becak dan Sejarah Bangsa Awak Artileri dalam Pertempuran 10 November "Tak Diakui" Kolonel Latief di Sekitar Yamato