Masuk Daftar
My Getplus

Tentara Filipina Tewas di Yogyakarta

Simpati terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, Filipina mengirim seorang serdadunya. Akhir ceritanya justru tak terduga.

Oleh: M.F. Mukthi | 19 Feb 2019
Pesawat Dakota RI-002 yang menjalani misi Kina dan mengangkut Igning saat kembali ke tanah air. (Repro buku Bapak Angkatan Udara: Suryadi Suryadarma).

MENTERI dalam negeri Filipina Eduardo Ao mengusik pemerintah Indonesia lewat komentarnya terhadap teror bom bunuh diri di gereja Katolik di Pulau Jolo, Filipina yang mamakan korban 22 orang tewas dan 100 lainnya luka-luka. Dia menyatakan pelaku teror adalah orang Indonesia.

“Yang bertanggung jawab (dalam serangan ini) adalah pembom bunuh diri Indonesia. Namun kelompok Abu Sayyaf yang membimbing mereka, dengan mempelajari sasaran, melakukan pemantauan rahasia dan membawa pasangan ini ke gereja. Tujuan dari pasangan Indonesia ini adalah untuk memberi contoh dan mempengaruhi teroris Filipina untuk melakukan pemboman bunuh diri,” kata Eduardo, dikutip detik.com, 1 Februari 2019.

Komentar Eduardo langsung direspon pemerintah Indonesia. Menko Polhukam Wiranto mengatakan pernyataan Eduardo terburu-buru. “Saat ini kan ada cukup ramai tuduhan dari pihak Filipina, terutama Menteri Dalam Negeri bahwa ada keterlibatan WNI dalam aksi teror di Filipina. Di sini saya menyampaikan bahwa itu berita sepihak," ujar Wiranto sebagaimana dikutip BBC Indonesia, 5 Februari 2019.

Advertising
Advertising

Baca juga: Mimpi damai di Filipina Selatan

Pernyataan Eduardo menambah riak hubungan kedua negara yang memburuk belakangan ini. Sebelumnya, penyanderaan anak buah kapal Indonesia oleh gerilyawan Abu Sayyaf di Filipina Selatan, penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal Filipina di perairan Indonesia, atau pengiriman jamaah haji Indonesia yang menggunakan paspor Filipina menjadi kerikil dalam hubungan kedua negara.

Padahal, hubungan kedua negara yang memiliki banyak kesamaan ini (baca: Indonesia dan Filipina) telah lama berjalan harmonis. Indonesia dan Filipina kerap saling membantu. Keharmonisan itu telah berjalan sejak kedua negara sama-sama masih seumur jagung.

Saat Perang Kemerdekaan, Indonesia kerap mendapat bantuan dari Filipina. Bantuan itu antara lain berupa diterima dan didukungnya Misi Kina –merupakan upaya menjual kina dan vanili untuk membiayai perang– Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di Manila.

Baca juga: Misi kina Indonesia di Filipina

Seusai tim AURI menyelesaikan Misi Kina dan hendak kembali ke tanah air, pemerintah Filipina kembali memberi bantuan dengan menugaskan Kapten Ignacio “Igning” Espina dari G-2 Philippine Army ke Indonesia. “Atas permintaan Opsir Muda Udara III Muharto, ia ditugaskan untuk melatih gerilya tentara Indonesia. Ahli gerilya Igning juga membawa sepucuk tommygun yang disepuh chrome nickel, hadiah dari bagian intel Filipina kepada Presiden Sukarno,” tulis Irna H.N. Soewito dan kawan-kawan dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950.

Igning menumpang pesawat RI-002 yang mengangkut beberapa opsir AURI dan dipiloti Bob Freeberg, veteran pilot AL AS yang menjadi pilot sipil di Maskapai Commercial Air Lines Incorporated (CALI). “Sikap pemerintah Filipina jelas bersimpati kepada tujuan kami, sementara opini publik mengutuk apapun yang berbau kolonialisme,” kata Opsir Muda Udara III Petit Muharto sebagaimana dikutip Paul F. Gardner dalam Shared Hopes, Separate Fears: Fifty Years of US-Indonesian Relations.

Penerbangan pulang tim AURI dengan Igning di dalamnya itu amat berbahaya. Selain karena adanya blokade Belanda, Filipina tak ingin hubungannya dengan Indonesia diketahui negara lain. Namun dengan kegigihan para awaknya, RI-002 berhasil mendarat dengan selamat di Maguwo, Yogyakarta pada Agustus 1947.

Baca juga: Suka-duka terbang ke Filipina

Igning mendapat tempat tinggal sebuah rumah berhalaman luas di Jalan Jetis selama di Yogyakarta. Biasanya dia ditemani Kapten ALRI Deddy Muhardi Kartodirjo, kakak kandung Petit Muharto, atau Kapten AURI George Reuneker. Muhardi pula yang mengasisteni Igning melatih teknik gerilya kepada para prajurit Tentara Pelajar (TP) dan Tentara Geni Pelajar (TGP).

Selama di Yogya, Igning berkomunikasi dengan Manila lewat Muharto, yang tak lama setelah menyelesaikan Misi Kina kembali terbang ke Manila untuk misi penyusupan ke Kalimantan dari utara. Namun, pada Desember 1945 kontak itu terhenti entah karena apa. Igning gelisah dibuatnya. Ketiadaan kontak dari Muharto terus membuatnya bertanya-tanya.

Maka ketika tersiar kabar delegasi Indonesia di bawah Sjafruddin Prawiranegara akan berangkat ke sidang kedua ECAFE (kini ESCAP) di Baguio, Filipina, Igning langsung memanfaatkannya. “Sesaat menjelang berangkat, Igning datang ingin menitipkan laporan untuk atasannya di Manila,” kenang Opsir Muda Udara III Boediardjo, salah satu awak pesawat RI-002 yang membawa delegasi, dalam memoarnya Siapa Sudi Saya Dongengi.

Baca juga: Bob Freeberg dan RI-002

Nahas menimpa Igning. “Laporan itu ternyata tertinggal di penginapannya. Sementara Igning berusaha mengambil secepatnya, pesawat RI-002 sudah terburu berangkat.”

Kegagalan menitipkan laporan itu membuat Igning kemudian sering murung. “Ia mengira masuk perangkap komunis,” tulis Irna.

Igning menderita depresi. Penjagaan kepadanya pun makin ditingkatkan. Pada suatu malam, Reuneker meminta Muhardi menggantikannya menjaga Igning. “Tolong hibur Igning. Lagi-lagi ia kesepian dan depresi gawat. Saya berhalangan,” kata Reuneker kepada Muhardi yang langsung berangkat ke kediaman Igning.  

Namun, selang berapa saat kemudian Muhardi justru ditemukan tewas dengan luka tembak di kepalanya. Jasadnya berada dekat dengan jasad Igning yang juga tewas. Kepolisian dan tim Kedokteran Kehakiman di bawah Prof. Dr. Sutomo Cokronegoro lansung menyelidiki perkara itu.

Rekonstruksi yang dilakukan kemudian mengungkapkan, sebagaimana dikutip Irna, “Muhardi yang tidak bersenjata menemui Igning. Melihat Igning mengacungkan senjata 45 automatic ke arah pelipisnya, Muhardi cepat memukul tangan Igning yang mau bunuh diri. Reaksi Igning adalah menambakkan pistolnya ke arah kepala Muhardi, yang tewas seketika. Mungkin karena terkejut dan menyadari akibatnya, Igning lalu mengakhiri hidupnya sendiri.”

TAG

Filipina TNI-AU

ARTIKEL TERKAIT

Lika-liku Quick Count yang Krusial Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat Purnatugas Heli Puma Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Percobaan Pembunuhan Presiden Soeharto di KTT ASEAN Anak Tiran Masuk Istana Lika-liku Pesawat T-50 Tujuh Petinju Beralih Pejabat (Bagian I) Hanandjoeddin Perintis di Tengah Keterbatasan