SEJARAH resmi mencatat bahwa Tentara Nasional Indonesia terbentuk pada 5 Oktober 1945 –diperingati sebagai hari ulangtahun TNI. Namun, ternyata proklamasi tentara Indonesia telah dilakukan sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sehari sebelumnya, 16 Agustus 1945, Sadikin, seorang bintara Heiho (pembantu prajurit Jepang) bagian artileri udara, mendapat kabar bahwa Jepang telah melakukan kapitulasi atau penyerahan terhadap Sekutu. Dia bersama teman-temannya meminta tentara Jepang untuk tetap di kantor. Dia mengambil-alih pimpinan upacara pengibaran bendera merah putih.
“Pada upacara apel Sadikin berpidato bahwa Indonesia sudah merdeka dan Peta/Heiho jadi Tentara Nasional,” kata Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dalam Bisikan Nurani Seorang Jenderal.
Di buku lain, Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai, Nasution bahkan menyatakan “Sadikin memproklamirkan Indonesia jauh lebih pagi daripada Bung Karno yang saat itu masih ragu-ragu.”
Sadikin lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 11 April 1916. Dia menjadi sersan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) dari 1939 sampai Jepang menduduki Indonesia. Dia kemudian bergabung dengan bagian artileri udara Heiho serta bertugas di Jakarta, Surabaya, dan Semarang.
Menurut Purbo S. Suwondo dalam PETA: Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, dalam pidato proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sukarno menghindari pembentukan tentara nasional. Salah satu alasannya karena Jepang dan Inggris (Sekutu) masih memiliki persenjataan lengkap.
Baru pada 23 Agustus 1945, Sukarno mengumumkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dia mengundang bekas anggota Peta, Heiho, dan para pemuda untuk memasuki BKR sambil menunggu terbentuknya tentara nasional, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 5 Oktober 1945. TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia pada Januari 1946 dan Tentara Nasional Indonesia pada 3 Juni 1947.
Proklamasi tentara oleh Sadikin dijejaki oleh Inspektur I Moehammad Jasin, komandan Polisi Istimewa, yang memproklamasikan Polisi Republik Indonesia di halaman markas Polisi Istimewa, Jalan Coen Boelevard, Surabaya –kini Jalan Polisi Istimewa– pada 21 Agustus 1945.
Baca juga: Komandan dan Polisi Istimewa
Tonton juga: Komandan dan Polisi Istimewa
Karier Sadikin terbilang cemerlang. Di masa revolusi, dia berturut-turut menjadi komandan Resimen 6 Cikampek, Brigade 4 Divisi Siliwangi di Tasikmalaya, Brigade 2 Divisi Siliwangi yang hijrah dan berkedudukan di Surakarta, dan kemudian komandan daerah militer Madiun setelah memadamkan peristiwa PKI Madiun. Puncaknya, dia menjabat panglima Divisi Siliwangi (1949-1951) dan panglima Tanjungpura (1951-1956). Setelah itu, dia menjadi inspektur jenderal teritorial dan perlawanan rakyat di markas besar AD.
Di masa pensiun, Sadikin menjadi presiden direktur PT Bank Internasional Indonesia di Jakarta dan ketua BPC (Badan Pembina Citra) Siliwangi, Jakarta. Dia tutup usia di Jakarta pada 1 Maret 1986.