Masuk Daftar
My Getplus

Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno

Bermula dari rekan kerja sewaktu zaman Belanda, hubungan dua eks tentara KNIL ini berubah jadi persaudaraan. Sama-sama pejuang Republik Indonesia di masa Revolusi 1945.

Oleh: Petrik Matanasi | 06 Mar 2024
Soemarno (berpeci) saat menjadi gubernur DKI Jakarta. Sewaktu di Tanjungselor, memiliki sahabat yang kemudian jadi besannya, Sersan Boenjamin. (Repro "Repro buku Karya Jaya Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966")

Sebuah kapal merapat di Tanjungselor, Kalimantan Timur pada Juni 1938. Di dermaga, orang-orang yang hendak menjemput para penumpang kapal itu telah berkerumun.

Di antara orang yang berkerumun itu terdapat pria bernama Boenjamin. Dia merupakan bintara administrasi tentara kolonial, Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL), yang belum lama ditugaskan di Tanjungselor.

Bersama beberapa orang Belanda dan Indo serta seorang juru rawat bernama Yusuf, Boenjamin hendak menjemput pria asal Jawa bernama Soemarno Sastroatmodjo beserta istrinya Armis dan anak mereka, Mamang alias Sidharta Manghurudin.

Advertising
Advertising

Soemarno adalah dokter muda lulusan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) –alias Sekolah Dokter Hindia Belanda– di Surabaya. Dia ditugaskan ke Tanjungselor, wilayah yang secara tradisional merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Bulungan.

Posisi penting yang dipegang Soemarno membuatnya mendapat fasilitas lebih. Tak terkecuali penjemputan di tempat dia dan keluarganya tiba dari Jawa. Tentu hal itu membuatnya senang.

“Ketika kapal yang saya tumpangi merapat di dermaga, tampak para penyambut. Banyak juga jumlahnya, sebagian besar orang-orang Belanda,” ingat Soemarno dalam Dari Rimba Raya Ke Jakarta Raya.

Kedatangan Soemarno dan keluarganya membuat Boenjamin yang telah menanti, sigap menyambut. “Sugeng rawuh,” kata Boenjamin menyambut Soemarno dan keluarga dalam bahasa Jawa yang berarti selamat datang itu.

Boenjamin dan Yusuf bakal menjadi orang penting bagi Soemarno sebagai dokter pemerintah di Kalimantan bagian utara tersebut. Sebagai fungeerend officier van gezondheid atau acting perwira kesehatan, dokter Soemarno bertanggung jawab mengurusi kesehatan banyak orang di Tanjungselor. Tugas itu membuatnya sering melakukan perjalanan dinas di sekitar Tanjungselor.

 

Sebelum Hindia Belanda bertekuk lutut

Untuk ukuran kebanyakan orang Indonesia, meraih pangkat sersan di militer era kolonial adalah pencapaian sangat baik. Kebanyakan serdadu di tentara KNIL adalah orang-orang buta huruf. Hanya mereka yang punya ijazah sekolah yang –jumlahnya segelintir di kalangan orang Indonesia zaman itu– berpeluang menjadi sersan.

“Rasanya kalau sudah jadi sersan sudah merupakan prestasi yang dapat dibanggakan,” aku Soegih Arto, jaksa agung periode 1966-1973, dalam memoarnya Sanul Daca.

Maka banyak orang memimpikan bisa jadi sersan KNIL, termasuk yang bersekolah di sekolah menengah. Kehidupan sersan di KNIL cukup sejahtera. Gajinya, menurut Boediardjo dalam Siapa Sudi Saya Dongengi, adalah 60 gulden di luar jatah rumah. Angka itu bisa melonjak naik. Maka itu, Sersan Mayor Administrasi Boenjamin, yang pada 1938 sudah belasan tahun berdinas di KNIL, gajinya lebih dari 100 gulden.

Sejak 1920-an, Boenjamin sudah berpangkat sersan. Penghasilannya yang baik membuatnya sudah berani menikahi gadis Sunda bernama Isa di usia 22 tahun. Isa merupakan anak tiri pengusaha berdarah Jepang bernama Kurasighe alias Mohamad Toha.

Boenjamin sendiri, menurut Oetari putri sulungnya, adalah putra dari Hardjadiwirija dengan Nasibah. Setelah belajar di sekolah dasar macam Hollandsch Inlandsch School (HIS), dia melanjutkan ke jenjang SMP macam Meer Uitgebrid Lager Onderwijz (MULO) di Purwokerto. Salah seorang teman sekolahnya di Purwokerto adalah Soekardjo Wirjopranoto, kelak menjadi walikota Jakarta di zaman Jepang.

Setelah belajar di MULO, Boenjamin masuk KNIL. Dia lalu ditugaskan belajar di Magelang. Setelahnya, dia mendapat pangkat awal sersan.

Dengan penghasilan mumpuni yang dimiliki Boenjamin sebagai sersan mayor KNIL, ketiga anak Boenjamin dan Isa bisa bersekolah dengan baik di Bandung untuk ukuran zamannya. Oetari pernah bersekolah Hogare Burger School (HBS) di Bandung, jenis sekolah yang mentereng kala itu.

Ketika berada di Tanjungselor, pasangan Boenjamin-Isa hanya membawa anak-anaknya yang masih belum sekolah saja. Anak-anak Boenjamin berteman dengan anak-anak Soemarno di sana, yakni Budiman –anak Boenjamin– dan Mamang –anak Soemarno. Ketika di Tanjungselor, Mamang akhirnya mendapat adik bernama Sri Susilorini. Anak-anak Boenjamin di Bandung, juga punya adik lagi di Tanjungselor, Sri dan Djanti.

Belum juga genap dua tahun di Tanjungselor, dr Soemarno dipindahkan ke daerah Kapuas, Kalimantan Selatan –sementara Boenjamin tetap bertugas di Tanjungselor. Di sini, pada Januari 1940, Nadi, putra Soemarno lahir.

 

Hindia Belanda Kalah Boenjamin Susah

Hindia Belanda agak berubah setelah Negeri Belanda diduduki tentara Jerman pada Mei 1940. Khawatir akan mengalami nasib sama dengan negeri induknya dan kian meningkatnya ancaman bahaya dari tentara Jepang yang amat agresif pada 1941, Hindia Belanda makin banyak merekrut orang Indonesia menjadi milisi sebagai antisipasi bila perang memang terjadi.

Toh, perang dengan Jepang tetap tak terhindarkan. Pertempuran besar terjadi di Tarakan, seberang Tanjungselor. Pasukan KNIL yang disiagakan di sana tak sanggup menghadapi serangan tentara Jepang. Pada 12 Januari 1942, Tarakan akhirnya menjadi daerah pendudukan Jepang. Didudukinya Tarakan membuat wilayah sekitarnya menjadi mudah dimasuki tentara Jepang.

“Sewaktu tentara Jepang menyerbu Tanjungselor, tentara Belanda totok meninggalkan Tanjungselor, jadi yang tertinggal hanya militer pribumi. Ayah sebagai penanggungjawab tertinggi dengan pangkat sersan mayor, mewakili Belanda (KNIL), menyerah kepada tentara Jepang,” catat Oetari.

Semasa pemerintahan Hindia Belanda, Sersan Mayor Boenjamin sehari-hari mengurusi masalah administrasi. Kini setelah Hindia Belanda kalah dan milter Jepang berkuasa, dia tak akan dibayar untuk pekerjaan itu. Benjamin kehilangan pekerjaan dan penghasilan besarnya sebagai bintara KNIL. Perang membuat Boenjamin tak bisa menghidupi keluarganya. Keluarga Boenjamin sengsara. Jangankan kiriman uang, kabar berita Boenjamin dan Isa di Kalimantan pun tak sampai ke Bandung.

Oleh Jepang, Boenjamin sempat dipekerjakan sebentar. Dia dijadikan kwatiermeester hingga sebelum Maret 1942, dengan tugas mengurusi perbekalan tentara di Tanjungselor. Setelah beberapa bulan, Boenjamin minta pulang ke Jawa kepada pimpinan tentara Jepang dan diizinkan.

Boenjamin, istri beserta tiga anaknya berhasil menyeberangi lautan dengan kapal kayu ke Jawa. Beruntung keluarga itu memiliki tabungan emas yang bisa dipakai bertahan hidup di masa perang. Sesampai di Jawa, mereka langsung menuju Bandung hingga mereka pun bertemu dengan anak-anak mereka yang sudah menginjak remaja.

Sebagai sipil Boenjamin bersama mertua Jepangnya, yang jadi penerjemah, harus melalui hidup nan sulit. Ada banyak perut yang mesti diberi makan tiap hari di rumah mereka di Cimahi. Di antaranya, bahkan harus bersekolah.

Namun, revolusi kemerdekaan Indonesia membawa keluarga Boenjamin ke tahapan hidup yang berbeda lagi. Boenjamin belakangan masuk ke Angkatan Laut dan diterima sebagai perwira. Anak-anaknya yang sudah remaja ikut terjun pula dalam revolusi. Oetari dan Moeljono ikut serta menjadi palang merah dan kombatan. Oetara yang sempat jadi perawat, berusaha belajar menjadi bidan. Kebetulan di Malang diadakan kursus bidan sekitar tahun 1947. Isa pun mengantar Oetari dan temannya ke Malang.

Ternyata, kursus itu ikut dikelola oleh dr Soemarno. Jadi setelah berpisah sejak 1940, hubungan keluarga Boenjamin dan Soemarno terjalin lagi. Hubungan dua keluarga itu lebih erat lagi pada 1964. Sebab, Nadi –putra Soemarno yang lahir di Kapuas– dan Djanti –putri Boenjamin yang lahir di Tanjungselor– menikah.

TAG

soemarno sosroatmodjo knil perang pasifik perang dunia ii masapendudukanjepang revolusi-indonesia

ARTIKEL TERKAIT

Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Kapten KNIL Jadi Tuan Tanah Citeureup Belanda Tuan Tanah Cisarua Jenderal Belanda Tewas di Lombok Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Bos Sawit Tewas di Siantar Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Pelatih Galak dari Lembah Tidar Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem