Masuk Daftar
My Getplus

Penyandang Jenderal Kehormatan, dari Sri Sultan hingga Prabowo Subianto

Sederet nama telah dianugerahi pangkat jenderal kehormatan. Penyematan pangkat itu memperhitungkan jasa yang disumbangkan pada negara maupun faktor politis.

Oleh: Martin Sitompul | 29 Feb 2024
Menteri Pertahanan Jenderal (Hor.) Prabowo Subianto dalam pawai didampingi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal. Pol. Listiyo Sigit Prabowo. Sumber: Instagram/@Prabowo Subianto.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang sebentar lagi menjadi presiden RI ke-8 menerima pangkat jenderal TNI kehormatan. Semasa aktif di TNI, mantan panglima Kostrad periode 1998 itu hanya mencapai pangkat letnan jenderal. Penganugerahan pangkat jenderal kehormatan disematkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, (28/2). Presiden menuturkan, penganugerahan tersebut seharusnya sudah diberikan dua tahun lalu atas jasa Prabowo Subianto di bidang pertahanan.

“Supaya kita tahu semua bahwa tahun 2022 Bapak Prabowo Subianto ini sudah menerima anugerah yang namanya Bintang Yudha Dharma Utara atas jasa-jasanya di bidang pertahanan, sehingga memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemajuan TNI dan kemajuan negara,” jelas Presiden Joko Widodo dalam rilis Sekretariat Kabinet. 

Prabowo merupakan purnawirawan pertama yang menerima pangkat kehormatan jenderal kehormatan pada masa pemerintahan Jokowi. Namun, Prabowo bukanlah satu-satunya penyandang pangkat kehormatan tersebut. Sejak Republik Indonesia berdiri, sederet nama telah dianugerahi pangkat jenderal kehormatan atas jasa mereka maupun faktor politis. 

Advertising
Advertising

Baca juga: Perjalanan Prabowo Menuju Menteri Pertahanan

Orang pertama yang menerima pangkat jenderal kehormatan justru dari kalangan sipil, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia diberi pangkat tersebut seiring dengan pendirian Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta. Menurut T.B. Simatupang, pemerintah Republik mempunyai kedudukan yang kuat di kalangan rakyat Yogyakarta. Sementara itu, Sri Sultan sejak semula menyatakan dukungan sepenuhnya kepada Republik. 

“Markas Tertinggi memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Sultan Hamengkubuwono IX sebagai lambang hubungan baik itu. Pada pertemuan yang memilih Panglima Besar pada akhir 1945 di Markas Tertinggi, Sultan Hamengkubuwono hadir sebagai Jenderal Kehormatan,” ungkap Simatupang dalam bunga rampai Takhta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengkubuwono IX suntingan Atmakusumah.

Pada 1962, Wakil Perdana Menteri III merangkap Ketua MPRS disematkan pangkat jenderal tituler oleh Presiden Sukarno. Selain Chaerul Saleh sang Waperdam III, Waperdam I Soebandrio dan Waperdam II Johannes Leimena juga menerima pangkat tituler. Masing-masing marsekal tituler dan laksamana tituler. Sesudah Chaerul Saleh wafat, Surat Departemen Angkatan Darat No. R-0148/1967, seperti terlampir dalam biografi Chairul Saleh Tokoh Kontroversial karya Irna Hanny Nastoeti Hadi Soewito, mengubah pangkat jenderal titulernya menjadi Jenderal Kehormatan.

Baca juga: Dekat dengan Chaerul Saleh, Sukarno Tegur Guntur

Di masa Orde Baru, Presiden Soeharto memberikan pangkat kehormatan kepada beberapa purnawirawan. Pangkat jenderal kehormatan pertama kali disematkan kepada Letjen (Purn.) Soesilo Soedarman pada 17 Maret 1993. Pemberian pangkat itu bertepatan dengan ditunjuknya Soesilo Soedarman sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (Menkopolsoskam) pada Kabinet Pembangunan VI (1993–1998). 

Sebagai pejabat Menkopolsoskam (kini Menkopolhukam), pangkat jenderal kehormatan menjadi diperlukan, baik itu secara politis maupun psikologis. Ia mengoordinasikan sejumlah menteri yang berada di bawah koordinasinya. Termasuk pula panglima ABRI dan kepala Polri yang menyandang pangkat jenderal bintang empat. 

Pada 1 November 1997, Presiden Soeharto memberikan gelar kehormatan kepada sejumlah tokoh TNI AD yang sudah anumerta. Tiga di antaranya menerima pangkat jenderal kehormatan yaitu: Jenderal (Hor.) GPH Djatikusumo (KSAD 1948–1949), Jenderal (Hor.) Bambang Utoyo (KSAD 1955), dan Jenderal (Hor.) Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD 1964--1967). Penetapan kenaikan pangkat kehormatan mereka tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No.50/ABRI Tahun 1997.

Baca juga: Mayor Boyke Nainggolan vs Kolonel Djatikusumo

Setelah Soeharto lengser, Indonesia memasuki era reformasi. Pengganti Soeharto, B.J. Habibie,  hanya sebentar menjabat sebagai presiden. Di masa Habibie tidak ada penganugerahan pangkat jenderal kehormatan. 

Memasuki kepresidenan Abdurrahman Wahid, sejumlah jenderal bintang tiga naik pangkat jadi jenderal kehormatan setelah ditunjuk menjadi menteri dalam Kabinet Persatuan Nasional. Mereka antara lain: Surjadi Soedirdja (Menkopolsoskam), Agum Gumelar (Menteri Perhubungan), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY, Menteri Pertambangan dan Energi), dan Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan). Khusus Surjadi, naik pangkat dari letjen kehormatan menjadi jenderal kehormatan. Pangkat letjen kehormatan diperoleh Surjadi jelang akhir masa jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta pada 1997.

Di masa kepresidenan Megawati, pangkat jenderal kehormatan jadi perkara. Pangkat kehormatan bagi perwira purnawirawan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1990, telah dicabut pada akhir kepemimpinan Abdurrahman Wahid. Namun, Presiden Megawati hendak memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada dua purnawirawan TNI dalam jajaran Kabinet Gotong Royong. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno merangkap Menkopolkam menggantikan SBY yang mengundurkan diri dari kabinet, dan Kepala Badan Intelijen A.M. Hendropriyono.

Baca juga: Moestopo Usulkan Gelar Doktor Kehormatan untuk Soeharto

Panglima TNI saat itu, Jenderal Endriartono Sutarto, ternyata enggan memproses kenaikan pangkat Hari dan Hendropriyono. Ketentuan hukumnya, menurut Endriartono, sudah tidak punya dasar legal formal lagi. Endriartono sempat menyatakan keberatannya melalui surat kepada Sekretariat Negara. Namun, Sekretariat Negara tidak memberikan respon sepatutnya. Hingga terbitlah Keppres pengangkatan Hari Sabarno dan Hendropriyono sebagai jenderal kehormatan pada 4 Oktober 2004. Peristiwa ini menyebabkan hubungan antara Presiden Megawati dan Jenderal Endriartono merenggang. Perkara ini pula yang disebut-sebut melatari pengunduran diri Endriartono kendati secara resmi telah memasuki masa pensiun.  

“Hubungan presiden dan Panglima TNI ketika itu memang sudah mengalami degradasi,” ungkap pakar politik Tjipta Lesmana dalam Dari Soekarno sampai SBY. Dalam persoalan ini, menurut Tjipta, yang salah -- atau lebih tepat yang teledor-- adalah Sekretariat Negara, khususnya Sekretaris Militer Presiden.

Pada era pemerintahan SBY, seperti halnya era Habibie. Penganugerahan pangkat jenderal kehormatan ditiadakan walaupun SBY memimpin dua periode (2004–2014). Kendari demikian, gelar pangkat kehormatan diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Barulah pada masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo, pangkat jenderal kehormatan disematkan kepada Prabowo Subianto.

Bila disanding berdasarkan jebolan alumni Akademi Militer, Prabowo merupakan orang ke-8 yang menerima pangkat jenderal kehormatan. Para alumni Akmil penyandang pangkat jenderal kehormatan berturut-turut: Soesilo Soedarman (Angkatan 1948), Surjadi Soedirdja (1962), Agum Gumelar (1968), Luhut Panjaitan (1970), SBY (1973), Hari Sabarno (1967), AM Hendropriyono (1967), dan Prabowo Subianto (1974). Delapan sepertinya angka keberuntungan bagi Prabowo.*

TAG

jenderal tni ad prabowo subianto

ARTIKEL TERKAIT

Sudirman dan Bola Sehimpun Riwayat Giyugun Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Jenderal Kehormatan Pertama Pengemis dan Kapten Sanjoto Jenderal Disko Ancaman Pemakzulan Gubernur Jenderal VOC Gubernur Jenderal VOC yang Dituduh Korupsi Toleransi Beragama Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker Derita Istri Jenderal yang Disingkirkan: Sri Suharyati Sayidiman Jenderal Hobi Berburu Babi