Masuk Daftar
My Getplus

Kunci Kejayaan Nusantara

Rempah mengundang para pedagang dari seluruh dunia. Keterbukaan terhadap bangsa asing itu menjadi kunci kejayaan Nusantara.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 20 Mar 2019
Pedagang asing di Kesultanan Banten.

Enam puluh persen jenis rempah di dunia ada di Indonesia. Ratusan tahun lalu, rempah menjadi primadona yang dicari para pedagang dari seluruh dunia.

Jalur rempah pun menghubungkan Nusantara dengan dunia. Dalam konteks maritim waktu itu, Indonesia menjadi pusat pertemuan global khususnya pada 1480-1650, yang oleh Anthony Reid, sejarawan Australia National University, disebut sebagai Age of Commerce.

Namun jalur rempah bukan hanya soal perdagangan rempah. Jalur rempah juga meliputi pertukaran tradisi, agama, pengetahuan, bahasa, sosial, teknologi, dan pengetahuan. Maka selain tertarik oleh hasil buminya, ada faktor lain yang membuat pedagang asing singgah dan berbisnis di Nusantara.

Advertising
Advertising

Baca juga: Benarkah Nenek Moyang Kita Seorang Pelaut?

Susanto Zuhdi, sejarawan maritim dari Universitas Indonesia menjelaskan, kala itu sebuah negara ada karena adanya perdagangan. Kawasan barat Nusantara memperlihatkan lebih dulu perkembangannya dalam konteks perdagangan internasional. Misalnya Sriwijaya menjadi pusat keramaian karena menguasai Selat Malaka. 

Sementara itu, terbentuknya kota pesisir di berbagai bandar di Nusantara menunjukkan gejala yang luar biasa sebagai kota kosmopolitan. Penjelajah Portugis, Tome Pires, pada abad ke-16 M menggambarkan kota bandar yang penuh dengan orang dari Persia, Arab, Gujarat, India, Bengali, dan Tiongkok.

"Apa artinya? Masyarakat waktu itu terbuka, semua orang diterima sebagai bagian penduduk kota," kata Zuhdi ketika mengisi kuliah umum dalam International Forum on Spice Route (IFSR) di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (20/3).

Hal itu dipertegas oleh Anthony Reid. Menurutnya kesuksesan negara-negara di Nusantara ketika itu terletak pada keterbukaan dan sikap pluralisme yang mereka punya. Bantam atau Banten misalnya. Tempat ini menjadi salah satu destinasi komersial yang ramai pada masanya. Orang Eropa, Tiongkok, India, dan lokal saling bertemu. 

"Keterbukaan dan pluralisme menjadi kunci utama mengembalikan Indonesia maju dalam konteks budaya maritim," kata Reid. 

Baca juga: Kesalahan Memahami Sejarah Maritim

Adapun Sriwijaya hingga kini dikenal sebagai kerajaan maritim yang berjaya. Terjadi interaksi budaya yang beragam di kawasan itu. Ia sebagai pusat pengajaran Buddha di wilayah Asia. Di sisi lain menjalin hubungan baik dengan para pedagang muslim. 

Azyumardi Azra, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, menjelaskan pelaut asal Persia, Al Ramhurmuzi menuliskannya dalam Ajaib al-Hind (Wonders of the Archipelago) pada 390 H (1000 M). Berdasarkan laporannya diketahui kalau di Kerajaan Zabaj (Sriwijaya) sudah hadir pedagang dan pelaut muslim.  

"Ini yang membuat orang-orang Nusantara sangat kosmopolitan. Makanya sangat multikultur, multireligius. Kalau sekarang banyak yang tidak kosmopolit, itu berarti lupa sejarah," kata Azra.

Pun hubungan baik dengan pedagang internasional, khususnya dalam hal rempah hancur ketika kolonialisme masuk ke Nusantara. "Hancur ketika Belanda masuk dan menerapkan monopoli. Ini bikin rusak ekonomi," kata Azra.

Baca juga: Pertukaran Pelajar antara Sriwijaya dan Nalanda

Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2001- 2009 menyimpulkan, sejarah Nusantara yang panjang telah diakui gemilang namun juga malapetaka. Lewat sejarah jalur rempah dapat dimengerti bahwa kekayaan alam pun bisa membawa malapetaka bagi Indonesia. 

"Itu sepanjang kita tidak mampu mendukung kekayaan kita dengan kekuatan kita, maka kekayaan alam kita akan dirampas bangsa-bangsa lain," kata Hassan. 

TAG

Maritim

ARTIKEL TERKAIT

Pelaut Madura dalam Sejarah Indonesia Ammana Gappa Mengatur Pelayaran Pinisi Tak Asli Negeri Ini Tapi Banyak Jasa Buat Indonesia* Kemaritiman Era Sukarno "Kepoin" Muspusal, Paham Sejarah Maritim dengan Teknologi Mutakhir Duel Pertama Kapal Berpelat Besi Pulau Emas di Barat Nusantara Bukti Kedatangan Cola Cola dan Tiongkok Bawahan Sriwijaya Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa