Masuk Daftar
My Getplus

Harga Mahal di Balik Patung Gajah Museum Nasional

Borobudur kehilangan banyak arca dan relief karena ditukar dengan patung gajah yang menjadi simbol Museum Nasional.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 19 Mei 2017
Patuh gajah pemberian Raja Chulalongkorn yang ditukar dengan banyak arca dan relief Borobudur dan candi lainnya. Patung gajah itu dipajang di halaman Museum Nasional sehingga disebut Museum Gajah.

Pada 1896, Raja Chulalongkorn dari Siam (Thailand) berkunjung ke Jawa. Dia kemudian meminta izin kepada pemerintah kolonial Belanda untuk membawa pulang sembilan gerobak penuh dengan arca dan karya seni dari masa klasik Jawa.

Dalam Borobudur: Golden Tales of the Buddhas, John Miksic mengungkapkan oleh-oleh yang diminta sang raja itu termasuk 30 relief, lima arca Buddha, dua arca singa, beberapa langgam Kala yang biasanya ada di bagian atas pintu masuk candi dan arca Dvarapala yang merupakan temuan dari Bukit Dagi, yaitu bukit yang berada sekira beberapa ratus meter di barat laut Candi Borobudur.

Mengenai arca-arca itu, arkeolog Utami Ferdinandus memaparkannya dengan rinci dalam tulisannya “Arca-Arca dan Relief pada Masa Hindu-Jawa di Museum Bangkok: Sebuah Dokumentasi Ikonografi”, yang terbit dalam Monumen: Karya Persembahan Untuk Prof. Dr. R. Soekmono. Arca yang diinginkan sang raja tadi dapat dibedakan dalam sembilan kelompok.

Advertising
Advertising

Mengutip penjelasan Utami, P. Swantoro dalam Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu menyebutkan, kelompok pertama adalah lima arca Dhyani-Buddha dari Borobudur. Tadinya arca ini terletak di tembok timur, selatan, barat, utara, dan di bagian tembok yang tertinggi. Satu arca mengalami kerusakan dalam perjalanan ke Semarang. Keempat arca lainnya kini dapat dilihat di Kuil Wat Phra Keo, Thailand.

Kedua, arca singa dari Borobudur. Tadinya arca ini berdiri di pintu masuk sebelah utara. Arca singa ini juga ditempatkan di halaman Wat Phra Keo. Ketiga, dua arca pancuran berupa Makara dari salah satu dinding sudut Borobudur.

Keempat, dua kepala kala, yang diduga berasal dari tangga masuk Borobudur. Keduanya berasal dari hiasan relung arca-arca Dhyani Buddha dari serambi kedua dan ketiga.

Keenam, dua buah dagoba berasal dari relung-relung dekat pintu masuk tingkat keempat. Ketujuh, relief yang melukiskan cerita Jataka, berasal dari bagian barat daya tangga.

Kedelapan, arca penjaga atau Dvarapala dari halaman Borobudur. Kesembilan, lima fragmen relief yang diduga berasal dari Candi Prambanan.

Adapun di Jawa Room, Museum Bangkok juga masih terdapat arca dan artefak lain dari masa Hindu-Budha Jawa yang tidak ada dalam laporan Van Erp, pemimpin pemugaran pertama Borobudur. Utami menyebutkan arca dan artefak lain itu adalah Durga, Tara dan perwujudan raja dan permaisuri, Kala, Mahakala, dan dua buah Ganesha berukuran kecil. Van Erp pun menjelaskan, arca dan arefak yang dibawa ke Thailand tidak hanya berasal dari Borobudur.

Raja Chulalongkorn mengangkut semua arca dan relief yang sangat berharga itu ke negerinya, Thailand. Sebagai gantinya, dia hanya memberikan patung gajah yang sekarang terpajang di halaman depan Museum Nasional, Jakarta. Paling tidak berkatnyalah museum itu akhirnya dikenal dengan Museum Gajah.

“Pemberian ini boleh disebut dibayar terlalu mahal,” kata Swantoro.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Situs Cagar Budaya di Banten Lama Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Perupa Pita Maha yang Karyanya Disukai Sukarno Musik Rock pada Masa Orde Lama dan Orde Baru Pasukan Kelima, Kombatan Batak dalam Pesindo Tertipu Paranormal Palsu Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik Perlawanan Perempuan Nigeria Terhadap Kebijakan Pajak Duka Atim dan Piati Picu Kemarahan PKI