Muasal Penggunaan Syal
Syal sekarang identik dengan fesyen. Ia digunakan sebagai aksesoris untuk mempercantik penampilan. Namun, siapa sangka dulu syal lebih sering digunakan lelaki ketimbang perempuan?
Pada masa Romawi Kuno, lelaki diketahui kerap melilitkan sepotong kain di leher. Tujuannya untuk menyeka keringat. Ini sesuai dengan namanya, sudarium atau kain keringat. Tak heran, banyak yang memandang Romawi sebagai tempat muasal syal.
Baca juga: Kerah Baju Tanda Status Sosial
Setelah kerap dipakai lelaki, barulah perempuan ikut melilitkan syal di leher. Umumnya, syal terbuat dari wol dan sutra. Sementara itu, di Tiongkok syal digunakan untuk mengukur kedudukan seseorang, terutama dalam pemerintahan dan militer. Pada abad ke-17, beberapa tentara Eropa melilitkan kain katun di lehernya untuk membedakan dengan tentara lainnya.
Fungsi Kipas bagi Penguasa
Beberapa abad lampau, kipas tak sekadar penyejuk badan kala cuaca panas. Kipas juga menunjukkan kemegahan. Penguasa Romawi Kuno biasa mempekerjakan budakbudak untuk mengipasi mereka. Tradisi ini terus bertahan di Eropa hingga Abad Pertengahan.
Baca juga: Gaya Berpakaian Iskandar Muda
Ratu Inggris Elizabeth I (1558–1603) tercatat gandrung terhadap kipas. Ia hampir tak bisa lepas dari kipas kesayangannya, terbuat dari bulu burung nan indah. Batu pualam atau kulit kerang menambah keindahannya. Louis XVI (1754–1793) tak mau kalah. Penguasa Prancis ini memiliki koleksi kipas yang berhiaskan intan berlian dan emas. [Hendaru Tri Hanggoro]
Jas untuk Acara Resmi dan Santai
Khalayak Eropa biasa menggunakan jas sejak abad ke-18. Dan memang awal penggunaannya ditujukan untuk acara resmi. Dress-coat atau frock coat adalah jas resmi pas badan yang bagian belakangnya memiliki ekor, sedangkan bagian depannya berbentuk meruncing atau kotak.
Baca juga: Ketika Pria Berjas dan Perempuan Berkebaya
Tapi itu berubah pada abad ke-19. Sejumlah pria mengenakan setelan jas baru untuk bersantai, disebut lounge. Potongannya yang tidak resmi membuat setelan lounge sangat populer di kalangan seniman, bohemian, dan intelektual. [Hendaru Tri Hanggoro]
Fungsi Dasi di Masa Lampau
Sehelai kain yang menjuntai dari leher hingga dada ini sudah dikenal sejak zaman Romawi Kuno. Biasanya dipakai oleh juru bicara. Fungsinya sebagai pelindung tenggorokan dan dada.
Mereka melilitkan seikat kain dari leher hingga ke dada untuk menjaga kualitas suara. Mereka menggunakan dasi kala berkumpul di agora, sebuah forum publik. Agora berlangsung dalam koloseum atau teater besar.
Sementara di Tiongkok dasi berfungsi sebagai aksesoris prajurit. Prajurit Kroasia mengikuti cara ini pada abad ke-17 M. Dasi menjadi pembeda satu divisi tentara dengan divisi lainnya.
Baca juga: Saputangan Tanda Cinta
Pada era Renaisans, masyarakat Eropa mengenal ruff, kerah kaku dari kain putih menyerupai piringan yang melingkari leher. Pemakaian ruff yang kerap menyebabkan iritasi tergeser oleh cravat, sehelai sapu tangan terbuat dari bermacam jenis kain yang diikatkan ke leher.
Penggunaan cravat mencuat di Prancis pada medio 1600-an. Ia diperkenalkan orang-orang Kroasia yang jadi tentara sewaan Raja Louis XIII. Sehingga, kata cravat pun berarti “penduduk dari Kroasia”. Keindahan cravat mewarnai gaya berbusana di Eropa. Ia pun menjadi penanda status sosial si pemakai, hingga menjadi dasi yang kita kenal hari ini. [Martin Sitompul]