Istilah Mata Keranjang
Ada dua pendapat berbeda. Remy Sylado yakin ini lantaran transliterasi dan transkripsi yang tak konsisten dari huruf Arab gundul ke aksara Melayu. Dalam Arab gundul, mata keranjang tersusun atas huruf mim-alif-ta dengan kaf-ra’-nun-jim-nga. Karena huruf kaf dan ra' digandeng, orang membacanya mata keranjang.
Baca juga: Remy Sylado tentang Happy Birthday & Potong Kuenya
Mulanya istilah ini untuk menandakan keranjang punya banyak celah yang bisa tembus mata. Tapi ketika Ejaan Yang Disempurnakan resmi digunakan pada 1972, preposisi "ke" terpisah dengan kata di depannya sehingga menjadi "mata ke ranjang". Ini mengasosiasikan mata melihat lawan seks lalu langsung terpikir ke atas ranjang.
Pendapat berbeda diutarakan sejarawan Alwi Shahab. Menurutnya istilah ini berasal dari kebiasaan lelaki Jakarta melihat nona-nona Indo bercelana pendek bermain bola keranjang (basket) pada 1950-an.
Istilah Hidung Belang
Penggunaan istilah hidung belang terjejaki dari kisah cinta yang tragis Jan Peterszoon Coen, mantan Gubernur Jenderal VOC. Dia mencintai anak tirinya, Sarah Specx. Namun, anak tirinya justru lebih memilih perwira VOC, Pieter Cortenhoeff. Coen, yang melihat anak tirinya berduaan di kamar bersama perwira VOC itu, sontak berang. Dia mencambuk Specx dan menghukum mati Cortenhoeff.
Baca juga: Benarkah Jan Pieterszoon Coen Tewas di Tangan Intel Mataram?
Menurut Remy Sylado, sebelum dieksekusi, Cortenhoeff diarak keliling kota. Masyarakat Batavia menghujat dan mencoreng wajah Cortenhoeff dengan arang. Karena corengan arang, yang juga mengenai hidungnya, masyarakat menjulukinya hidung belang. Cortenhoeff si hidung belang. Saat itulah istilah hidung belang mulai dikenal.
Menariknya, pemerintah kolonial Belanda pernah menyensor pementasan teater yang mengangkat kisah cinta Coen dan anak tirinya. Soalnya, kisah cinta ini jelas menodai citra sang pahlawan nasional Belanda itu.
Mata Ijo Mata duitan
Sejarawan Alwi Shahab menyebut sebutan ini bermula dari dekade 1950. Kala itu uang di Indonesia masih dalam pecahan sen. Uang pecahan seratus sen disebut dengan istilah ce-tun atau seperak.
Uang seperak ini warnanya hijau, hingga ada istilah "matanye ijo kalo liat duit". Istilah itu digunakan untuk menyebut orang mata duitan.