SELAMA menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta (1966—1977), Ali Sadikin menorehkan berbagai prestasi. Penghargaan yang dicapai Bang Ali kebanyakan atas keberhasilannya memodernasi Kota Jakarta. Namun, Ali Sadikin juga pernah meraih penghargaan dalam kontes busana.
“Ali Sadikin, pria yang berbusana paling baik tahun 1972,” demikian dilansir Kompas, 19 Januari 1973.
Nominasi pria berbusana terbaik pada 1972 diselenggarakan oleh majalah fesyen terkemuka Model bersama Indonesia Fashion Centre (IFC). Hasilnya, sepuluh nama masuk nominasi teratas. Dari urutan 10—2 yakni: John Naro (wakil ketua DPR), Laksamana Madya Abdul Kadir (deputi KSAL), Yoop Ave (Kepala Rumah Tangga Istana), Bambang Trisulo (pengusaha), WT Delworth (Duta Besar Kanada), Sarnubi Said (pejabat tinggi Pertamina), Piek Mulyadi (pejabat DKI Jaya), Rahadian Yamin (peragawan), Hasjim Ning (pengusaha). Sementara itu, Ali Sadikin bertengger di posisi teratas.
Baca juga: Gaya Busana Pemimpin Asia Tenggara
Pada awal riset diajukan 100 calon yang kemudian diseleksi menjadi 20 nominator. Dari 20 nama, diperas lagi menjadi 10 nama nominator. Dari 20 nama yang tidak masuk nominasi 10 besar juga tersua nama-nama beken seperti: Marsekal Suwoto Sukendar (KSAU), Menteri Penerangan Budiardjo, Emil Salim, Menteri Sumitro, Wim Tomasoa (pejabat Dinas Pariwisata DKI Jakarta), Sophan Sophiaan, Ratno Timur, Rio Castro Danukusumo (direktur Copacabana), Ir. Sudijanto (pejabat Bulog), dan Brigjen Yogi Supardi (Pangdam Udayana). Tujuan pemilihan pria berbusana terbaik ini sebut Baby Huwae, pengurus IFC, seperti dikutip Kompas, “agar kaum pria tak berpakaian seenaknya saja.”
Menurut para juri, penilaian didasarkan pada keharmonisan warna, desain, materi yang serasi, serta enak dilihat sesuai dengan tempatnya. Mereka yang menyeleksi para nominator berasal dari kalangan desainer, perancang busana, penjahit, pemilik butik, dan pers. Untuk kalangan diplomatik yang menyeleksi adalah Menteri Luar Negeri Adam Malik bersama Duta Besar Filipina Modesto Farolan.
Dari semua kandidat yang punya latar belakang mentereng itu, Ali Sadikin terpilih sebagai pemenang. Predikat “pria perlente” pun melekat pada diri Bang Ali. Namun, Ali Sadikin, seperti diberitakan dalam Majalah Ekspress edisi Januari 1973, tidak datang menerima hadiah dan gelarnya. Piagam penghargaan kontes pria berbusana terbaik diserahkan oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik di President Hotel, 24 Januari 1973.
Baca juga: Kemeriahan Mambo Fesyen Show
Ali Sadikin memang cukup menaruh perhatian pada penampilannya. Sejak kecil, seperti dituturkan kepada penulis biografinya Ramadhan K.H dalam Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977, Ali Sadikin sudah terpikat dengan penampilan prajurit Angkatan Laut (AL). Balutan seragam AL yang putih dan bersih serta pedang yang melekat menerminkan kegagahan prajuritnya. Itulah yang kemudian menginspirasi Ali Sadikin memasuki matra tersebut. Sebelum menjadi gubernur, Ali Sadikin merupakan perwira tinggi Korps Komando (KKo, kini Marinir) ALRI.
Setelah menjabat gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin tetap menaruh perhatiannya pada penampilan berbusana. Menurutnya, fesyen atau busana juga bagian dari kebudayaan yang melekatkan identitas. Pemikiran ini diterjemahkan Bang Ali lewat penggunakan busana batik dalam acara resmi.
Tidak hanya bagi dirinya sendiri, Ali Sadikin mewajibkan pegawai pria di lingkungan kantor Pemda DKI Jakarta mengenakan kemeja batik saat menghadiri acara-acara resmi. Pemakaian batik untuk menggantikan busana sipil ala Barat, yaitu setelan jas. Namun, setelaj jas punya kekuarangan, yaitu bikin panas dan gerah apalagi untuk daerah tropis seperti Indonesia. Sementara itu, untuk acara sehari-hari, dikenakan batik lengan pendek.
Wardiman Djojonegoro, menteri pendidikan dan kebudayaan periode 1993—1998 yang pernah menjadi staf Ali Sadikin, mengakui bahwa Ali Sadikin yang pertama kali memaklumkan agar baju batik lengan panjang menjadi baju resmi upacara pengganti jas. “Pada 1970, Ali Sadikinlah yang pertama mempopulerkan batik sebagai busana resmi,” kenang Wardiman dalam memoarnya Sepanjang Jalan Kenangan: Bekerja dengan Tiga Tokoh Besar.
Baca juga: Ketika Wardiman Djojonegoro Dimarahi Bang Ali
Dalam Almanak Seni Rupa Jogja 1999--2009 yang disusun Muhidin M. Dahlan, dkk, disebutkan bahwa Ali Sadikin pada Festival Batik Internasional yang dihelat September 2000 menerima penghargaan karena dinilai telah mengangkat citra batik menjadi busana nasional. Sampai sekarang, batik tetap menjadi pilihan busana orang Indonesia, baik untuk kegiatan resmi maupun semi-formal.