Ekonomi syariah sedang bergeliat di Indonesia. Merger tiga bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi babak baru ekonomi syariah di Indonesia. Demikian pendapat K.H. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah, dalam artikelnya di Kompas, 17 Februari 2021.
Melalui artikel tersebut, Ma’ruf Amin juga menggambarkan rumusan dan tujuan ekonomi syariah di Indonesia. Menurutnya, penerapan ekonomi syariah akan membuka kesempatan seluasnya bagi masyarakat dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan. Tujuan akhirnya tak eksklusif, tapi bersifat universal untuk kesejahteraan semua orang.
Rumusan dan tujuan ini mengingatkan kembali sejarah pemikiran ekonomi syariah di Indonesia. Sebelum menjadi wapres, Ma’ruf Amin sohor sebagai salah satu pemikir, penganjur, pendorong, dan praktisi ekonomi syariah. Selain dia, beberapa nama juga pernah melontarkan gagasan tentang rumusan dan tujuan ekonomi syariah. Berikut ini beberapa pemikir ekonomi syariah di Indonesia.
Sjafruddin Prawiranegara
Orang lebih mengenalnya sebagai menteri keuangan dan gubernur pertama Bank Indonesia masa 1953–1958. Tapi Dawam Rahardjo, cendekiawan dan pemikir ekonomi, menyebutnya sebagai pencetus mula wacana ilmiah tentang ekonomi Islam pada masa Indonesia merdeka.
Pemikiran Sjafruddin tentang ekonomi Islam (sekarang lebih sering disebut ekonomi syariah, red.) kali pertama terungkap dalam artikel berjudul “Motif Ekonomi diukur menurut Hukum-Hukum Islam” di majalah Suara Partai Masyumi, Maret–April 1951.
“Tulisan tersebut menggambarkan pendekatannya pada ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi mikro Neo-Klasik yang dapat digunakan sebagai pedoman perilaku ekonomi mikro dan individu,” catat Dawam Rahardjo dalam Arsitektur Ekonomi Islam.
Baca juga: Penyesalan Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin kembali menguraikan gagasannya tentang ekonomi Islam secara lebih jelas dalam “Hakikat Ekonomi Islam”. Dia menegaskan ekonomi Islam bukan sekadar pengharaman atas riba (usury). Menurutnya, ekonomi Islam berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam. Turunan ajaran ini membentuk moral dan etika Islam. Di sinilah hakikat ekonomi Islam yang membedakan dengan konsep ekonomi lainnya seperti kapitalisme dan sosialisme.
Sjafruddin meyakini ekonomi Islam tak terlepas dari kehidupan modern. Semua perilaku dan kegiatan ekonomi modern mempunyai pijakan dalam ekonomi Islam. Sjafruddin, misalnya, mendukung bunga bank untuk pembangunan negara.
“Riba meliputi semua bentuk laba yang berlebihan, yang diperoleh dengan jalan yang jahat. Bunga komersial normal benar-benar dibolehkan dalam Islam,” tulis Sjafruddin dalam artikel lainnya, “Adakah Konsep atau Sistim Ekonomi Khusus Islam?” termuat dalam Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam.
Dawam Rahardjo
Sohor sebagai cendekiawan Muslim, Dawam berminat pada segala macam kajian keislaman, sosial, budaya, filsafat, dan sastra. Dia mulai tertarik mengkaji wacana ekonomi Islam pada 1980-an. Ketika itu, geliat kajian ekonomi Islam sedang bertumbuh. Para pendukung dan penolaknya saling unjuk kemampuan lewat artikel populer atau makalah ilmiah.
Dawam tak ketinggalan. Dia tak menolak atau menerima begitu saja konsep ekonomi Islam. “Ia justru dapat dimasukkan ke dalam kelompok kritis yang mengapresiasi gagasan tersebut dan tidak mengingkari adanya kemungkinan bahwa teori atau sistem tersebut bisa berhasil,” catat P.A. Rifa’i Hasan dalam kata pengantar Arsitektur Ekonomi Islam.
Dawam menunjukkan kegagalan-kegagalan ekonomi kapitalisme dan sosialisme dalam menyejahterakan manusia. Dia kemudian mengarahkan orang agar sejenak melihat ekonomi Islam. Bagi Dawam, ekonomi Islam bukanlah gagasan yang bersumber dari pemikiran individu sebagaimana gagasan ekonomi liberal-kapitalis, sosialis, dan komunis.
Baca juga: Koperasi Penyelamat Ekonomi Rakyat
“Ekonomi Islam yang sering juga disebut sebagai jurisprudence economics merupakan sistem ekonomi pasar yang diatur oleh kombinasi nilai-nilai moral dan hukum agama atau syariah,” ungkap Dawam dalam Arsitektur Ekonomi Islam.
Dawam juga melihat nilai-nilai dasar pengembangan ekonomi Islam adalah ibadah kepada Tuhan. Tapi tujuannya bersifat universal. Sesuai dengan tujuan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam.
Dawam percaya ekonomi Islam mempunyai potensi menciptakan rakyat yang mandiri atas dasar swadaya. Tapi dia juga mengkritik gagasan ekonomi Islam yang hanya berkutat pada keuangan dan perbankan.
Dalam banyak artikelnya, Dawam menyertakan kritik-kritik dari ekonom Barat terhadap ekonomi Islam. Dawam mencatat kritik itu berkutat pada tiga hal. Ekonomi Islam tak jauh berbeda dari ekonomi kapitalis, ekonomi Islam hanyalah suatu teologi sektarian, dan ekonomi Islam tak kompatibel dengan ilmu ekonomi karena bisa menghambat perkembangan ilmu tersebut.
Tapi setelah menguraikan kritik-kritik dari ekonom Barat, Dawam menunjukkan keunggulan ekonomi Islam. Dia mencontohkan keberhasilan lembaga keuangan Islam di beberapa negara tanpa memungut riba dan bunga. Baginya, ekonomi Islam sangat mungkin terwujud dalam berbagai bentuk lembaga keuangan, perusahaan, jasa, dan koperasi.
Ahmad Muflih Saefuddin
Lebih dikenal dengan nama A.M. Saefuddin. Tapi panggilannya A.M. saja. Dia mendapat pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, Bogor (sekarang menjadi Institut Pertanian Bogor) dan Universitas Liebig, Jerman. Minatnya pada kajian ekonomi dan keislaman tumbuh sewaktu studi di Jerman. Dia membuat kelompok diskusi bersama teman-temannya.
Sepulang dari Jerman, A.M. mengajar di IPB dan menggeluti persoalan kemasyarakatan. Dia melihat keterbelakangan ekonomi pada sebagian besar umat Islam dan negara mayoritas muslim. Dia menyebut keterbelakangan itu karena sistem ekonomi yang tak adil. Sistem ekonomi demikian juga menyebabkan berbagai krisis di berbagai negara. Karena itulah dia mengajukan tawaran ekonomi Islam.
Baca juga: Sejarah Lahirnya Bank Syariah di Indonesia
Selama 1980-an, A.M. sering menerbitkan artikel tentang ekonomi Islam. Bukunya, Nilai-Nilai Ekonomi Islam, terbit pada 1983 dan menguraikan secara rinci teori serta praktik ekonomi Islam. Baginya, ekonomi Islam berangkat dari ilmu ekonomi Islam. Dia menyebut pentingnya cara pandang dan nilai-nilai Islam dalam ilmu ekonomi. Sebab dari sinilah konsep ekonomi Islam dapat diturunkan. Berikut dengan praktik-praktiknya.
A.M. melihat ekonomi Islam sebagai “sistem-sistem ekonomi yang berkeadilan, manusiawi sekaligus tetap menghargai hak-hak kelestarian ‘pihak lain’ termasuk tatanan alam sebagai sesama ciptaan Allah yang harus dihormati demi terjaganya kepentingan sesama,” tulis A.M. dalam Membumikan Ekonomi Islam.
A.M. menolak pemisahan agama dari kehidupan sehari-hari, termasuk ilmu dan praktik ekonomi. Menurutnya, pemisahan itu membuat ekonomi kosong dari nilai sehingga membuat manusia menjadi serakah, tamak, dan curang. Selain itu, A.M. juga menolak bunga dan riba bank konvensional. Dia ikut membidani kelahiran bank syariah di Indonesia.
Muhammad Syafii Antonio
Nama lahirnya Nio Gwan Chung. Dia terlahir dan besar dari keluarga keturunan Tionghoa yang menganut Konghuchu. Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, dia mulai mempelajari dan menganut Islam. Dia memperdalam pendidikan keislaman di pesantren An-Nidzom, Sukabumi, asuhan K.H. Abdullah Muchtar.
Antonio mengenal ekonomi Islam di University of Jordan dan mendapat pendidikan perbankan Islam (lebih sering disebut bank syariah) di International Islamic University, Malaysia. Dia mendapat gelar doktor ekonomi di University of Melbourne.
Minat Antonio pada pengembangan ekonomi Islam muncul setelah melihat ketertinggalan ekonomi umat Islam. Menurutnya, ini terjadi karena Islam “hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab kabul pernikahan, serta penguburan mayat,” terang Antonio dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Baca juga: Kasus Bank Vanuatu di Indonesia
Antonio melihat umat Islam telah mengubur Islam “dalam-dalam dengan tangannya sendiri” karena memarjinalkan Islam dari dunia perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan transaksi ekspor-impor. Dia juga mengkritik keras pandangan bahwa Islam tak terkait dengan bank dan pasar uang.
Antonio memandang sistem ekonomi yang selama ini dianut oleh sebagian besar negara dunia telah terbukti gagal membangun keseimbangan ekonomi. Buktinya krisis ekonomi di berbagai negara Asia pada 1997 dan rontoknya bank-bank konvensional Indonesia pada masa yang sama. Karena itulah, dia menawarkan gagasan ekonomi Islam. Salah satu bentuknya perbankan syariah.
Bagi Antonio, perbankan syariah hanyalah satu sub-unit dari unit finansial Islam. Lalu unit finansial Islam juga hanya satu sub-unit kecil dari sistem ekonomi syariah. Kemudian ekonomi syariah pun “bagian integral dari sistem Islam yang maha luas.” Dari skema itu, dia memprediksi keberhasilan sistem perbankan syariah akan tercapai bila ada dukungan dari sub unit lain dari sistem ekonomi.