Masuk Daftar
My Getplus

CIA dalam Gerakan Buruh Indonesia

Agen CIA dikirim ke Indonesia untuk memberikan pelatihan dan membangun kekuatan serikat buruh dalam menghadapi serikat buruh komunis.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 24 Nov 2020
Jay Lovestone tahun 1930-an. Dia mengirim Harry Goldberg ke Indonesia untuk masuk ke gerakan buruh. (Wikimedia Commons).

Harry Goldberg dan istrinya, Rose, tiba di Jakarta pada September 1951. Dia ditugaskan oleh Jay Lovestone untuk memasuki gerakan buruh di Indonesia. Sebelumnya, dia dan Irving Brown, membantu memecah gerakan buruh di Italia.

Tak lama setelah tiba di Indonesia, Goldberg mengabarkan kepada Lovestone bahwa kehadirannya diketahui oleh Presiden Sukarno. “Kami diberitahu bahwa Sukarno tahu kami ada di sini dan apa yang kami lakukan. Kami harus memperhatikan langkah kami,” kata Goldberg sebagaimana dikutip Ted Morgan dalam A Covert Life: Jay Lovestone, Communist, Anti-Communist, and Spymaster.

Awalnya, Lovestone seorang pemimpin komunis. Dia menjabat sekretaris eksekutif Communist Party USA (CPUSA) pada 1920-an. Namun, dia kemudian keluar dan mendirikan Lovestoneite, gerakan oposisi terhadap komunis, pada 1930-an. Para anggotanya sering menyebut organisasinya Communist Party (Opposition) atau CPO.

Advertising
Advertising

Baca juga: Agen CIA Pertama di Indonesia

Sementara itu, Goldberg, anak dari salah satu pendiri ILGWU (International Ladies Garment Workers Union). Dia adik dari teman lama Lovestone.

“Dia mengajar filsafat di New York College dan memimpin faksi Lovestoneite di serikat guru. Dalam Communist Party (Opposition), nama panggilannya adalah Jim Cork,” tulis Anthony Carew dalam American Labour’s Cold War Abroad: From Deep Freeze to Detente, 1945-1970.

Goldberg ditugaskan ke Indonesia sebagai wakil FTUC (Free Trade Union Committee). FTUC dibentuk AFL (American Federation of Labor) pada 1944 berdasarkan resolusi yang disusun oleh Lovestone. Dia menjabat sebagai sekretaris eksekutif FTUC. Misinya membantu serikat buruh di berbagai negara dalam menghadapi serikat buruh komunis. Pendanaan awal sebesar satu juta dolar.

Baca juga: Dana CIA untuk Demo

Sehubungan dengan pekerjaan itu, Lovestone bekerja sama dengan CIA. Dia memberikan informasi tentang kegiatan serikat buruh komunis kepada James Jesus Angleton, kepala kontraintelijen CIA, untuk menggerogoti pengaruh komunis dalam gerakan serikat buruh internasional.

Lovestone terus melakukan pekerjaannya, terutama ketika menjabat direktur Departemen Urusan Internasional AFL-CIO, yang mengirimkan jutaan dolar dari CIA untuk membantu kegiatan antikomunis internasional. AFL-CIO adalah federasi serikat buruh terbesar di Amerika Serikat, hasil merger AFL (American Federation of Labor) dan CIO (Congress of Industrial Organizations) pada 1955.

“Lovestone menangani pembiayaan operasi di India, Jepang, Indonesia, dan Formosa,” tulis Carew.

Agus Sudono, ketua umum Gasbiindo (kedua dari kanan) bersama delegasi Indonesia dalam Kongres X ICFTU di London, Inggris, 11 Juli 1972. (Repro Pengabdian Agus Sudono). 

Dana CIA

Ted Morgan menggambarkan Goldberg seperti penjual (salesman) ketika berpenampilan memakai setelan tiga kancing, dasi kupu-kupu, dan sedikit senyum.

“Pengeluh kronis dan hipokondria (orang yang selalu mencemaskan kesehatannya, red.), yang bepergian dengan koper penuh pil dan tidak pernah gagal memberi tahu Lovestone tentang penyakit terbarunya,” tulis Morgan.

Sementara itu, Anthony Carew menyebut Goldberg sebagai “seorang yang berpakaian rapi, pianis yang terlatih secara klasik, dan terkadang kritikus musik untuk sebuah makalah; dia merupakan sosok yang tidak biasa sebagai perwakilan internasional dari sebuah serikat buruh.”

Baca juga: CIA Bikin Film Porno Mirip Sukarno

Meskipun demikian, lanjut Carew, Goldberg mewakili FTUC di Indonesia untuk menjalankan program yang didanai intelijen (CIA) untuk menggerogoti serikat buruh utama, SOBSI, afiliasi penting WFTU (World Federation of Trade Unions).

SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) merupakan federasi serikat buruh yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 1950-an, SOBSI mengklaim memiliki 2,5 juta anggota dari 34 serikat buruh. Goldberg meragukan jumlah itu.

“Pada 1952, Harry Goldberg, seorang Amerika pakar perburuhan yang memiliki banyak sumber informasi, memperkirakan klaim SOBSI waktu itu atas 1,5 juta anggota dilebihkan sekitar 80 persen,” tulis Boyd Compton dalam Kemelut Demokrasi Liberal.

Baca juga: Pengalaman Mantan Direktur CIA di Indonesia

Goldberg mendekati serikat-serikat buruh non-SOBSI. Banyak di antara anggotanya mengikuti berbagai pelatihan di Amerika Serikat. Dia juga kenal baik dengan para pemimpin militer Angkatan Darat.

“Di Indonesia, dia menjalankan program pelatihan bagi anggota serikat buruh nonkomunis yang dimaksudkan untuk menjauhkan mereka dari sikap netral, orientasi politik ‘kekuatan ketiga’. Dalam dua tahun 1951–52, $30.000 uang CIA disalurkan untuk upaya ini,” tulis Carew.

Baca juga: CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

Pada 1952, Goldberg kembali ke Amerika Serikat karena kesehatannya memburuk dan kelelahan. Setelah keadaannya membaik, Lovestone menempatkannya kembali sebagai perwakilan FTUC di Italia selama lima tahun.

Goldberg meninggalkan Indonesia dengan bersahabat, namun artikel-artikelnya yang ditulis kemudian membuatnya menjadi persona nongrata (orang yang tidak disukai) dari tahun 1955 hingga 1965. Ketika di Indonesia, Italia, dan kembali ke Amerika Serikat, dia menulis artikel tentang politik dan perburuhan Indonesia untuk Free Trade Union News, American Federationist, dan New Leader.

Pada 1955, Goldberg mengirim surat kepada Presiden Sukarno, yang mengenalnya, dan menerbitkannya di Free Trade Union News. Surat itu memperingatkan pergeseran ke kiri dalam politik Indonesia. Surat ini yang membuatnya menjadi persona nongrata karena menuduh Sukarno kurang negarawan dalam memerintah dengan dukungan dari PKI. “Komunis telah menyusup ke pemerintahan, tentara, dan serikat buruh,” tulis Morgan.

Agus Sudono, ketua umum Gasbiindo, berpidato pada Konvensi AFL-CIO di Miami, Florida, Amerika Serikat, 12 Desember 1967. (Repro Pengabdian Agus Sudono).

Menghadapi SOBSI

SOBSI hanya bisa diimbangi oleh federasi serikat-serikat buruh nonkomunis. SBII (Serikat Buruh Islam Indonesia) mengambil inisiatif. Dalam Kongres VI di Surabaya pada Desember 1953, Daljono mengusulkan agar SBII memisahkan diri dari Partai Masyumi, kemudian berfusi dengan Sarbumusi (Serikat Buruh Muslim Indonesia) Nahdlatul Ulama dan GOBSI (Gabungan Organisasi Buruh Serikat Islam Indonesia) Partai Syarikat Islam Indonesia, agar menjadi serikat buruh Islam yang kuat dan besar untuk menghadapi SOBSI.

Daljono melepaskan jabatannya karena usulannya tak disetujui kongres. Jusuf Wibisono menggantikannya sebagai ketua umum SBII. Ketika Masyumi akan dibubarkan oleh pemerintah karena dianggap terlibat PRRI/Permesta, SBII keluar dari Masyumi pada 1960. SBII kemudian mengganti nama menjadi Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (Gasbiindo) yang independen dan nonpartai.

Baca juga: SBII Memilih Seteru antara Komunis atau Majikan

David W. Conde dalam CIA: Core of the Cancer menyebut Goldberg berperan dalam pembentukan Gasbiindo. “Goldberg dikirim dari Italia ke Indonesia, di mana dia mendirikan gerakan serikat buruh ‘bebas’ (independen, red.) bernama Gasbiindo yang berafiliasi dengan ICFTU (International Confederation of Free Trade Unions) dan berusaha untuk menghancurkan SOBSI, gerakan serikat buruh nasional terkemuka di Indonesia,” tulis Conde.

Menurut Conde, menyusul peristiwa tahun 1958 (PRRI/Permesta, red.), ketika Presiden Sukarno membuktikan apa yang kemudian diakui bahwa CIA berusaha menggulingkannya, “Sukarno memaksa Gasbiindo untuk memisahkan diri dari ICFTU yang didanai CIA.”

Baca juga: SOBRI Bukan SOBSI

Ketua Umum Gasbiindo Agus Sudono menceritakan alasan pemerintah meminta Gasbiindo keluar dari ICFTU. Pada 1964, Menteri Perburuhan Sutomo memperlihatkan berita dan dokumen bahwa executive board ICFTU yang berkantor di Brussel, Belgia, mengecam pemerintah Indonesia dalam nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.

“Berita itu digunakan untuk menyudutkan Gasbiindo. Karena ICFTU dianggap bersikap membela nekolim (neo kolonialisme dan imperialisme), maka Gasbiindo dianggap pula sebagai alat nekolim dan tidak loyal kepada revolusi,” kata Agus dalam otobiografinya, Pengabdian Agus Sudono.

Baca juga: CIA dan Daftar Anggota PKI yang Dihabisi

Keputusan Menteri Perburuhan Sutomo tidak bisa diubah. Gasbiindo harus keluar dari ICFTU. Beberapa hari kemudian, Agus mengirim kawat ke markas ICFTU memberitahukan bahwa Gasbiindo untuk sementara keluar dari ICFTU. Selain sebagai ketua umum Gasbiindo (1964–1973), Agus juga menjadi anggota badan pimpinan pusat ICFTU (1969–1990) dan wakil ketua badan pimpinan ICFTU Asia dan Pasifik (1958–1990).

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 mengakhiri riwayat gerakan kiri. PKI dan semua organisasi sayapnya dilarang dan dibubarkan, termasuk SOBSI.

Setelah kudeta militer itu, kata Conde, di mana 500.000 komunis dibunuh secara brutal dan junta yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan, Harry Goldberg kembali ke Indonesia sebagai perwakilan AFL-CIO dan delegasi ICFTU. Tujuannya adalah agar Gasbiindo berafiliasi kembali dengan ICFTU.

“Kami berhasil dalam hal itu,” kata Goldberg.

TAG

intelijen cia buruh

ARTIKEL TERKAIT

Buruh Sritex dari Timor Leste Demonstrasi Buruh Sritex Terbesar Plus-Minus Belajar Sejarah dengan AI Perjuangan Kapten Harun Kabir Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Mata Hari di Jawa M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sukarno, Jones, dan Green Soerjopranoto Si Raja Mogok