HARI ini, Rabu, 19 Juni 2024, KRI Dewaruci kembali melanjutkan pelayarannya. Pelayaran KRI Dewaruci yang membawa rombongan berisi Laskar Rempah, jurnalis, dan para peneliti yang concern pada sejarah rempah itu merupakan pelayaran yang diadakan TNI AL dengan tajuk “Muhibah Budaya Jalur Rempah”.
Sabang yang menjadi tujuannya, berjarak lebih dari 800 kilometer dari tempat pemberangkatannya sekarang: Dumai di pesisir timur Riau. Di Riau, KRI Dewaruci singgah selama dua hari.
Riau merupakan salah satu provinsi kaya di republik ini. Sedari dulu, Riau memang kaya. Bila sekarang sumber kekayaan itu berasal dari sektor migas dan perkebunan sawit, dulu kekayaan Riau bersumber dari perdagangan rempah. Sebelum agama Islam masuk dan berkembang di Riau, daerah itu sudah jadi salah satu daerah perdagangan rempah.
Perdagangan rempah di Nusantara dan sekitarnya tak hanya terjadi setelah orang Eropa datang. Orang-orang dari Arab, Asia Tengah, India, dan Tiongkok sudah menyambangi Sumatra untuk berdagang rempah-rempah jauh sebelum orang Eropa datang mencari rempah.
Dalam perniagaan rempah, Riau merupakan penghasil lada. Anwar Syair dkk dalam Sejarah Daerah Riau menyebut, pada abad ke-6 perdagangan di daerah Riau semakin berkembang dan memainkan perdagangan internasional setelah daerah ini banyak menghasilkan rempah-rempah yang menjadi bahan perdagangan pokok waktu itu.
Pada era ini, pedagang dari Tiongkok merupakan pemain penting yang memonopoli rempah-rempah dari Riau. Setelah Islam muncul di Arab, penguasa negeri itu berusaha melepaskan ketergantungan perdagangan rempah-rempah dari pedagang Tiongkok. Orang-orang Arab pun berusaha berdagang melalui pedagang Persia (Iran) yang sudah menerima Islam sebagai agama. Anwar Syair dkk. menyebut pedagang dari Timur Tengah itu pada ke-7 sudah berdagang dengan orang Riau.
Ketika pedagang Timur Tengah itu datang, agama Budha sedang berkembang di daerah Riau. Kehadiran pedagang Timur Tengah itu meresahkan Dinasti Tang yang berkuasa di Tiongkok. Pada tahun 720, armada laut Dinasti Tang pun dikerahkan untuk mendesak pedagang Timur Tengah di daerah Kuntu atau Kampar. Mereka berhasil mengalahkan pedagang Timur Tengah.
Ketika pedagang Timur Tengah terusir itu, Islam belum berkembang di Riau. Hubungan pedagang Timur Tengah dengan Riau baru kembali terjadi sekitar abad ke-13.
“Setelah runtuhnya Dinasti Tang pada abad kesepuluh, bangsa Arab beralih ke selatan dan berkonsentrasi memanfaatkan pasar rempah-rempah di Asia Tenggara, yang telah lama didominasi oleh Tiongkok,” tulis Henry Kong M.D dalam A History of the Universe, Volume II: Humanity.
Di era itulah agama Islam mulai berkembang. “Di luar Selat Malaka, mereka (bangsa Arab, red.) menemukan kebudayaan India di Malaya, Sumatra, dan Jawa. Selama beberapa abad berikutnya, Islam masuk ke kalangan penyembah berhala, Hindu, dan Budha di kerajaan-kerajaan Indonesia, yang berpuncak pada masuknya penguasa, Sultan Achim sendiri pada tahun 1295.”
Riau di masa lalu memiliki beberapa kerajaan. Sebelum Islam berkembang, Riau pernah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan Budha.
“Taktala kekuasaan Sriwijaya sudah mulai menurun, maka timbullah kerajaan-kerajaan di Riau yang kian lama kian berkembang seperti kerajaan Siak Gasib, Bintan, Indragiri dan sebagainya,” catat Marleily Rahim Asmuni dkk. dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Riau.