top of page

Sejarah Indonesia

Sukarno Dan Anjingnya

Sukarno dan Anjingnya

Sukarno pernah memelihara anjing. Kisahnya dia jadikan tamsil dalam tulisannya tentang Islam.

14 Januari 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sukarno dan anjingnya, Si Ketuk Kuning. (Repro Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno).

UNTUK edisi Maulid April 1940, redaksi Pandji Islam meminta Sukarno menulis artikel tentang Maulid Nabi Muhammad Saw. Dia memenuhi permintaan itu dan menulis artikel berjudul “Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal Udara.”


Sukarno membuka dan menutup tulisannya dengan tamsil yang mengejutkan:

Pada suatu hari, anjingnya menjilat air di panci dekat sumur. Anak angkatnya, Ratna Djuami berteriak, “Papie, si Ketuk menjilat air di dalam panci!” Sukarno menjawab, “Buanglah air itu, dan cucilah panci itu beberapa kali bersih-bersih dengan sabun dan kreolin.”


Ratna termenung sebentar, kemudian dia bertanya, “Tidakkah Nabi bersabda bahwa panci ini musti dicuci tujuh kali, di antaranya satu kali dengan tanah?”


Sukarno menjelaskan, “Ratna, di zaman Nabi belum ada sabun dan kreolin! Nabi waktu itu tidak bisa memerintahkan orang memakai sabun dan kreolin.”


Ketika menjalani pembuangan di Bengkulu, Sukarno memiliki dua ekor anjing jenis Dachshund pemberian seorang pemuda Belanda, Jimmy, anak Residen Bengkulu. Anjing tersebut sebagai tanda terimakasih atas privat bahasa Jawa yang diberikan Sukarno.


“Ah, aku benar-benar sayang pada anjing-anjing itu. Mereka tidur di kamarku. Aku memanggil mereka dengan mengetuk-ngetukkan lidahku. ‘Tuktuktuk’ dan karena aku tidak memberinya nama, mereka dikenal sebagai Ketuk Satu dan Ketuk Dua,” kata Sukarno dalam otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.


Ketika kecil, Sukarno juga merawat dan tidur bersama anjingnya. “…aku tidur dengan Kiar, blasteran fox terrier dengan sejenis anjing Indonesia –aku tidak tahu persis jenisnya,” kata Sukarno masih dalam otobiografinya. “Penganut agama Islam umumnya tidak menyukai anjing, tetapi aku mengaguminya.”


Tidak hanya itu, Sukarno juga dengan berani menjadikan kisah anjingnya “Ketuk yang menjilat air di panci” sebagai perumpamaan dalam tulisannya untuk menunjukkan bahwa “Islam is progress, Islam itu kemajuan; dan kemajuan tersebut menghasilkan ciptaan baru.”


Sebagai masyarakat yang terus berubah, Sukarno menekankan bahwa “kini bukan masyarakat onta tetapi masayarakat kapal udara.” Sukarno juga mengecam orang-orang yang berislam dengan cara menonjolkan penampilan, seperti berjubah dan menggenggam tasbih, tetapi royal mengkafirkan pengetahuan dan penemuan dari Barat. Ini yang dimaksud oleh Sukarno sebagai “mengambil abu dan bukan apinya Islam.”


Tulisan Sukarno tersebut, menurut Bernhard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, salah satu di antara artikel-artikel Sukarno yang dimaksudkan sebagai suatu upaya menuju modernisasi Islam di Indonesia. Artikel yang menunjukkan “interpretasi-interpretasi yang merdeka” tersebut terang saja mendapatkan penentangan, salah satunya dari Mohammad Natsir.


Bagi ulama muda yang dikagumi Sukarno karena pengetahuannya itu, tamsil yang tampaknya polos itu, membuka peluang untuk menunjukkan bahaya yang terkandung dalam cara berpikir "merdeka" dalam agama. Natsir tidak menyangkal manfaat berpikir yang bebas dari tradisi. Dia mengakui bahwa dengan berpikir merdeka, iman bisa diperkukuh dan banyak tahayul yang melekat belakangan pada agama dapat dihilangkan. Tetapi, “akal merdeka zonder (tanpa) disiplin menjadikan chaos yang centang perenang –vrijheid zonder gezag is anarchie (kemerdekaan tanpa otoritas adalah anarki).”*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Anak Tawanan Itu Bernyanyi “Nina Bobo”

Sukses sebagai penyanyi di Belanda, Anneke Gronloh tak melupakan Indonesia sebagai tempatnya dilahirkan.
Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Pangku yang Memotret Kehidupan Kaum Pinggiran

Film perdana Reza Rahadian, “Pangku”, tak sekadar merekam kehidupan remang-remang lewat fenomena kopi pangku. Sarat pesan humanis di dalamnya.
bottom of page